Mukarram alias Sungoh bin Sabirin (24) mencium Sang Merah Putih sambil menghirupnya dalam-dalam. Diikrarkannya sumpah setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) setelah sebelumnya sempat bersumpah setia kepada negara Islam Irak-Suriah (ISIS).
Begitulah prosesi yang dijalani mantan terpidana kasus terorisme eks tentara ISIS, Mukarram, sebelum keluar dari Lapas Kelas 1 Surabaya pada Kamis (25/2). Pria asal Aceh itu sempat mendekam di Lapas selama 2 tahun lebih.
Ia mengaku mulai memasuki dunia terorisme saat mempelajari Daulah Islamiyah melalui aplikasi Telegram selama kurang lebih satu tahun pada medio 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria kelahiran Mon Alue, Aceh, itu lantas di-baiat atau diambil sumpah setianya kepada pimpinan ISIS, Abu Bakar Al-Baghdadi.
"Saat itu setelah sholat IduI Adha, saya dibaiat dua kali," kisah Mukkarram.
Dikutip dari direktori putusan Mahkamah Agung, Mukarram mulai mengenal 'Daulah' dari imam musala di Mon Alue, Muhammad Yusuf Amin alias TGK SUH. Nama terakhir mengajaknya untuk mengikuti kajian di pondok milik kawannya, Abu Nuh, di Aceh Besar.
keikutsertaannya dalam kajian terhenti karena kuliah. Rekannya, Irfan, kemudian mengenalkan Mukarram kepada kanal Telegram Abdillah Assyami, Millahtu Ibrahi, dan Guroba, yang berisi tentang tauhid, jihad, dan video-video perang Suriah.
Pada Iduladha 2017, Mukarram, di Gubuk milik Ustaz Aulia Mukarram melakukan baiat kepada ISIS. Hal itu diulanginya dua pekan kemudian di tempat yang sama.
Atas saran Ustaz Aulia, Mukarram yang ingin berhijrah memutuskan untuk berangkat ke Afghanistan, sebagai salah satu negara yang diklaim dikuasai oleh ISIS.
Berangkatlah ia melalui penerbangan dari Bandara Kualanamu ke Bangkok dengan menggunakan paspor resmi. Sesampai di Bandara Don Mueang, Bangkok, 12 Juni 2019, Imigrasi setempat menginterogasi Mukarram bersama rombongannya.
Keesokan harinya, mereka dideportasi ke RI oleh pihak Imigrasi Thailand karena kedapatan hendak ke Afghanistan untuk bergabung dengan ISIS. Dia dan rombongan kemudian diperiksa kepolisian di Medan terkait kasus terorisme.
Rombongannya dipulangkan ke Indonesia dan menjalani pengadilan kasus terorisme. Selama persidangan, Mukarram dianggap kooperatif, sopan, dan berterus terang.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur kemudian memvonisnya 3 tahun 8 bulan penjara dikurangi masa tahanan lantaran melanggar Pasal 15 juncto Pasal 12 A ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Yakni, terkait persiapan, percobaan tindak pidana terorisme di negara lain.
Usai menjalani masa tahanan yang dipotong remisi di Lapas Kelas 1 Surabaya, Mukarram kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Disaksikan oleh Danaramil Porong, Wakapolsek Porong, Bhabinkamtibnas Kebon agung, Babinsa Kebon Agung, dan Kepala Lapas Kelas I Surabaya Beserta Pejabat Struktural, ia berucap setia kepada NKRI.
Kepala Lapas Klas 1 Surabaya Gun Gun Gunawan meminta Mukarram selalu menjaga diri dan setia kepada NKRI. Dia menganggapnya dan warga binaan pemasyarakatan (WBP) lainnya adalah keluarga sehingga harus saling menjaga satu sama lain.
"Kami berharap momen ini bisa menjadi inspirasi bagi WBP kasus terorisme lainnya di seluruh lapas/rutan se-Indonesia agar kembali setia kepada NKRI," harapnya.
Keberangkatan WNI ke luar negeri untuk bertempur sebagai tentara ISIS sendiri sudah menjadi kasus kronis sejak lama. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengungkap hingga 2021 ada 1.250 WNI terpapar radikalisme dan berangkat ke Irak dan Suriah.
![]() |
"Jadi tercatat dalam data keberangkatan itu ada 1250-an orang," kata dia, Jumat (5/2).
Seribuan WNI yang bertolak ke Irak dan Suriah ini kata dia terdiri dari berbagai usia; pria dewasa, perempuan dewasa, remaja, hingga anak-anak.
Nasib mereka kini beragam. Ada yang masih tinggal di pengungsian, namun tak sedikit juga yang telah meninggal dunia saat ikut berperang.
"Sebagian mereka sudah mati, sebagian mereka ditahan. Ada wanita di dalam camp pengungsian. Anak-anak juga demikian," jelas Boy Rafli.
ISIS Tak Hilang
Cendekiawan muslim Azyumardi Azra mengatakan boleh jadi pergerakan ISIS mundur usai kekalahannya atas tentara AS dan sekutunya di Irak dan Suriah. Akan tetapi, ide-ide mereka tetap berkembang.
Pengikutnya juga tidak menjadi hilang, apalagi sekarang berbaiat ke ISIS bisa cukup melalui media sosial. "Buktinya ISIS kalah beberapa tahun ini, tetap saja selnya ada di Indonesia," kata dia, dikutip dari Antara.
Direktur Penegakan Hukum BNPT Brigjen Pol. Edy Hartono menyebut lebih dari 2.000 orang ditangkap dalam kasus terorisme sejak era Reformasi. Pemerintah juga sudah menetapkan Jamaah Islamiyah dan Jamaah Ansharut Dualah (JAD) sebagai organisasi terlarang. Tokoh-tokoh dua organisasi itupun ditangkap.
Akan tetapi, kata Edy, penyebaran paham radikal tidak putus.
![]() |
"Mereka terus melaksanakan dakwah, menyebarkan paham radikal dan terorisme, mereka juga memperbarui pedoman umum dan strategi operasi. Bagaimana cara menghindar dari kejaran aparat, sampai mereka merekrut seksi pendanaan. Terakhir terungkap kotak amal sebagai modus pendanaan," ucap Edy, kemarin, dikutip dari Antara.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024 pun diterbitkan untuk menanggulangi strategi kelompok terorisme itu.
"Perpres ini menyinergikan program kementerian/lembaga untuk bersama menanggulangi terorisme sejak hulu. Jadi, bukan untuk mengekang," kata Edy.
(frd/antara/arh)