DPR Minta Jaksa Beri Tuntutan Berat kepada Djoko Tjandra
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni berharap jaksa penuntut umum (JPU) tidak menuntut rendah terhadap terdakwa Djoko Soegianto Tjandra dalam kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung dan penghapusan Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama dirinya.
Djoko bakal menjalani sidang penuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis (4/3).
Menurut Sahroni Kejaksaan Agung sudah menunjukkan kinerja yang baik selama mengawal kasus Djoko Tjandra. Oleh karena itu, catatan tersebut harus dilanjutkan dengan memberikan tuntutan yang tidak rendah.
"Momen yang bagus tersebut agar jangan dirusak dengan melakukan tuntutan yang rendah terhadap kasus Djoko Tjandra," ujar Sahroni dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/3).
Sahroni mencontohkan, pada perkara Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang juga terlibat dalam kasus Djoko Tjandra, kejaksaan hanya menuntut hukuman 4 tahun penjara. Namun, majelis hakim pada akhirnya memutus menjatuhkan hukuman 10 tahun kepada Pinangki.
Putusan tersebut, menurut Sahroni harus menjadi barometer oleh jaksa penuntut umum dalam mengajukan tuntutan bagi Djoko Tjandra.
"Kejaksaan perlu berkaca pada kasusnya Pinangki. Dia dituntut jaksa 4 tahun, namun diputus hakim jadi 10 tahun," ujarnya.
"Artinya putusan Pinangki tersebut harus dijadikan barometer tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa Djoko Tjandra," kata Sahroni menambahkan.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Djoko telah melakukan permufakatan jahat dengan eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk mengurus fatwa MA.
Fatwa itu dimaksudkan agar Djoko lolos dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali dengan amar putusan vonis 2 tahun penjara.
Djoko menyuap Pinangki sebesar US$500 ribu. Jaksa menerangkan uang itu merupakan imbalan dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.
Dalam surat dakwaan, Djoko disebut juga menyuap dua jenderal polisi guna membantu menghapus namanya dari DPO di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Ia merencanakan untuk mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih Bank Bali.
(dmi/pmg)