RUU Minol Masuk Prolegnas Prioritas 2021 Meski Tuai Kritik
Rancangan Undang-undang tentang Larangan Minumam Beralkohol (RUU Minol) tetap masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 meski menuai kritik dari masyarakat.
Kesepakatan memasukan RUU Minol ke dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 diambil Badan Legislasi (Baleg) DPR, DPD, dan pemerintah dalam Rapat Kerja di Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/3).
Di sisi lain, revisi Undang-undang tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang-undang tentang Pemilu tak masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Draf terakhir RUU Minol yang terbit pada November 2020 menuai polemik karena dinilai berpotensi melahirkan kriminalisasi yang berlebihan.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menyatakan RUU Minol menggunakan pendekatan larangan buta.
"Dengan semangat prohibitionist atau larangan buta, hanya akan memberikan masalah besar, seperti apa yang negara Indonesia hadapi pada kebijakan narkotika," kata Erasmus, 11 November 2020.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan menilai tak ada urgensi yang benar-benar mendesak dari undang-undang larangan minuman berlakohol ini.
"Tidak urgent. Bisa ditunda. Masih banyak hal yang lebih urgent seperti RUU terkait Kesehatan," kata Satria.
Satria mengaku tak setuju dengan jerat pidana alkohol dalam rancangan undang-undang ini. Bahkan, kata dia, mestinya DPR membuat kajian lengkap dan mempelajari kebijakan dari beberapa negara yang juga memproduksi alkohol.
"Saya tidak setuju jerat pidana alkohol karena yang salah pemakainya bukan alkoholnya. Persis seperti persoalan rokok, yang salah ketika orang terlalu banyak, bukan rokoknya. Dalam hal ini DPR bisa belajar alcohol policy di negara-negara maju," ujarnya.
Senada, peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan alih-alih membuat aturan yang melarang peredaran dan akses kepada minuman alkohol yang tercatat, pemerintah sebaiknya fokus pada penegakkan hukum dari peraturan yang sudah ada.
"Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2004 pun juga sudah ditegaskan bahwa minuman beralkohol merupakan komoditas yang diperdagangkan dan berada dalam pengawasan," ujar Pingkan.
Sementara itu, Anggota Fraksi PPP, Illiza Sa'aduddin Djamal menyebut RUU Minol akan melindungi masyarakat dari dampak negatif serta menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang bahaya minol.
"RUU bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban, dan ketentraman di masyarakat dari para peminum minol," kata Illiza kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Ia menerangkan larangan minuman keras merupakan amanah konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Anggota Fraksi Partai Gerindra Romo Muhammad Syafii mengatakan bahwa RUU Minol diusulkan bukan karena minuman keras dilarang dalam ajaran Islam. Menurutnya, RUU Minol lebih berkaitan dengan aspek kesehatan dan moral.
"Ini jangan hebohlah minol, ini bukan negara Islam. Ini bukan soal negara Islam. Masa kita enggak boleh mengatur sesuatu yang mendatangkan kerusakan bagi kesehatan, bagi moralitas. Kita enggak boleh, hanya gara-gara secara tegas ajaran Islam yang mengharamkan itu," kata Romo dalam rapat di Baleg DPR pada Selasa November 2020.
Romo menyatakan rencana pembuatan regulasi larangan minol yang sejalan dengan ajaran Islam merupakan sebuah hal yang kebetulan. Ia pun mengingatkan RUU Minol tidak melarang keberadaan minuman keras secara menyeluruh.
Menurutnya, RUU Minol masih mengizinkan peredaran minol di tempat-tempat tertentu, seperti di daerah pariwisata dan restoran dengan kualifikasi, ketentuan dan persyaratan tertentu diperbolehkan menjual minuman keras tersebut.
(mts/fra)