Izin Vaksin Nusantara Alot, Komisi IX Usul Buang AstraZeneca

CNN Indonesia
Kamis, 11 Mar 2021 04:45 WIB
Saleh menilai BPOM tak konsisten dalam memberikan izin penggunaan vaksin, dia menyoroti vaksin AstraZeneca yang tidak melalui uji klinis di RI namun diloloskan.
Pekerja kargo menurunkan kontainer berisi vaksin COVID-19 AstraZeneca dari atas pesawat setibanya di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (8/3/2021) (ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL)
Jakarta, CNN Indonesia --

Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) menyetop pemberian izin penggunaan darurat (EUA) segala merek vaksin produksi perusahaan farmasi luar negeri.

Permintaan itu menyusul alotnya pemberian Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis II BPOM kepada kandidat vaksin Nusantara yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

"Saya minta, setiap vaksin yang datang ke RI ini protokolnya dibuat sama. Tolong itu AstraZeneca jangan pakai dulu, kalau perlu buang saja itu lalu pulangkan, walaupun itu vaksin gratis. Karena protokolnya tidak sama dengan kemarin Sinovac itu," cecar Saleh dalam agenda Rapat Kerja bersama Komisi IX yang disiarkan melalui kanal YouTube DPR RI, Rabu (10/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saleh menilai BPOM tidak konsisten dalam memberikan izin penggunaan vaksin. Ia menyoroti vaksin AstraZeneca yang tidak melalui uji klinis di Indonesia namun sukses diloloskan di dalam negeri. Sementara vaksin buatan anak bangsa seperti vaksin Nusantara cenderung dipersulit perizinannya.

Padahal menurutnya uji klinis dengan populasi luar negeri belum menjamin akan cocok dan aman digunakan untuk populasi Indonesia. Oleh sebab itu, ia meminta agar vaksin produk luar negeri harus melalui uji klinis seperti yang dilakukan Tim peneliti Universitas Padjajaran Bandung yang menyasar 1.620 relawan untuk vaksin asal perusahaan China, Sinovac.

"Ini giliran vaksin Nusantara kenapa ini harus begono-begini, sementara pada saat vaksin asing datang ke Indonesia, EUA dipercayakan kepada negara lain," kata dia.

Saleh pun juga menuding bahwa BPOM tak lagi independen dan memiliki standar ganda. Sebab, dalam pemaparan BPOM, salah satu alasan pemberian PPUK uji klinis fase II vaksin nusantara tak lekas diberikan lantaran uji pra-klinis terhadap binatang dilakukan oleh pihak sponsor.

Dalam hal ini, vaksin Nusantara disponsori AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat.

"Ini tadi penelitian binatang dipercayakan negara lain tidak boleh. EUA yang menyangkut nyawa orang kita percaya pada negara lain, standar ganda begini ini lho ada apa ini," pungkas Saleh.

Kepala BPOM Penny K. Lukito berulang kali menegaskan bahwa BPOM merupakan lembaga independen dan transparan yang akan mendukung pengadaan vaksin nusantara. Namun Penny juga menekankan bahwa seluruh proses pengembangan vaksin harus lolos tahapan yang berbasis ilmiah.

"BPOM akan transparan, kami tidak memiliki kepentingan untuk menutupi apapun. Tapi ini merupakan sebuah proses yang berbasis scientific," jawab Penny.

Penny juga mengatakan bahwa pihaknya belum memberikan lampu hijau untuk Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis II dan III vaksin nusantara, sebab secara keseluruhan segalanya masih berproses dan on the track.

Ia mengatakan BPOM pasti akan ikut mendukung penelitian dan pengembangan obat dan vaksin dalam rangka kemandirian di bidang farmasi, sekaligus untuk percepatan akses ketersediaan vaksin di masa pandemi covid-19 ini.

(khr/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER