Pelecehan di Asrama Papua, Keluarga Minta Yayasan Bentuk TPF

CNN Indonesia
Selasa, 16 Mar 2021 11:24 WIB
Keluarga korban kekerasan dan pelecehan seksual di asrama Sekolah Taruna Papua Timika meminta yayasan membentuk tim pencari fakta mengawal investigasi kasus.
Ilustrasi. (Foto: Istockphoto/Coldsnowstorm)
Jakarta, CNN Indonesia --

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua mengungkapkan, keluarga korban kekerasan seksual dan pelecehan di asrama putra Sekolah Taruna Papua Timika meminta yayasan membentuk tim pencari fakta untuk mengawal investigasi kasus yang menimpa puluhan siswa.

Direktur LBH Papua Emanuel Gobay mengatakan tuntutan itu disampaikan keluarga korban langsung ke kantor Yayasan Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro--yang berasosiasi dengan sekolah tersebut--pada Senin (15/3) kemarin.

"[Keluarga] Mengharuskan adanya tim pencari fakta yang benar-benar netral untuk mengawal proses investigasi atas kasus kekerasan seksual dan kekerasan terhadap anak di asrama itu," tutur Emanuel dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (16/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Emanuel berpendapat, pembentukan tim pencari fakta itu dapat diwakilkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Untuk itu, dia pun mendesak KPAI segera turun tangan dalam pengusutan kasus.

Selain itu, lanjut dia, pihak keluarga menuntut tiga hal lain. Permintaan itu di antaranya yakni keluarga ingin penghentian aktivitas dan pencabutan kerja sama antara yayasan dengan sekolah.

Kemudian, keluarga juga menuntut proses trauma healing terhadap korban. Dan terakhir, mereka mendesak pelaku DF dihukum seberat-beratnya.

Emanuel sendiri menilai insiden ini bisa terjadi salah satunya karena kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam perlindungan anak. Ia menyoroti belum adanya informasi terkait peraturan daerah yang khusus mengatur perlindungan anak di Papua.

"Tentunya [kasus ini] secara langsung mempertanyakan komitmen pemerintah daerah seprovinsi Papua dalam menjalankan Pasal 3 juncto Pasal 59A, UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di wilayah Kabupaten Mimika," tuturnya.

Berkaca pada kasus ini, Emanuel pun mendesak agar kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) se-provinsi Papua merancang Perda tentang Perlindungan Anak di wilayah masing-masing.

Sebelumnya, Polres Mimika meringkus DF(30) karena diduga melakukan tindak kekerasan seksual ke 12 siswa dan pelecehan terhadap 13 siswa.

DF merupakan pembina asrama di sekolah Taruna Papua.

Perlakuan DF terhadap siswa baru ketahuan setelah seorang siswa berusia enam tahun mengadu kepada pembina asrama lain dan kepala sekolah. Dari situ, terungkap korban lainnya yang berusia antara 6-13 tahun.

Atas perbuatannya, DF terancam pidana penjara maksimal 20 tahun dengan jeratan Pasal 82 Ayat (1) UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. DF kini ditahan di Polres Timika.

(fey/nma)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER