
ANALISIS
Siapa Untung Pj Gubernur Dipilih Jokowi Jelang 2024

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati menyayangkan langkah pemerintah dan DPR RI membatalkan revisi UU Pemilu.
Perempuan yang akrab disapa Ninis itu menjelaskan aturan yang ada tak demokratis. Sebab kepala daerah tak lagi dipilih langsung oleh rakyat. Berbeda halnya jika UU direvisi dan menjadwalkan pilkada di 2022 dan 2023. Bukan hanya di 2024 seperti di UU yang saat ini berlaku.
"Ini diisi penjabat kepala daerah yang diunjuk pemerintah. Kalau pertanyaannya boleh atau tidak, ruangnya ada. Tapi mana lebih demokratis? Tentu dipilih oleh rakyat," ujar Ninis saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (16/3).
Di saat yang sama, penjabat kepala daerah juga memiliki wewenang terbatas. Peraturan Pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 mencantumkan sejumlah batasan kewenangan penjabat kepala daerah.
Pj. dilarang melakukan mutasi pegawai membatalkan dan/atau membuat perizinan yang telah ditentukan kepala daerah sebelumnya, membuat kebijakan soal pemekaran daerah, serta membuat kebijakan yang bertentangan dengan penyelenggaran pemerintahan dan program kepala daerah sebelumnya.
"Kita balikin argumentasi pemerintah saat menggelar Pilkada 2020, ini kan lagi pandemi Covid-19, seharusnya ada kepala daerah definitif yang dipilih langsung, punya legitimasi untuk bahas anggaran, perda dan lainnya," tuturnya.
Ninis berpendapat memang seharusnya UU Pemilu direvisi. Sebab jika tidak, tak ada opsi demokratis lainnya.
Selain itu, undang-undang yang ada memaksa Indonesia menggelar pemilu dan pilkada di tahun yang sama. Dua gelaran itu akan membebani penyelenggara pemilu, pemilih, hingga partai politik.
"Kita tuh punya kesempatan, kalau mau ada pilkada, kita bisa. Tinggal putuskan jadwal pilkada dinormalkan," ucap Ninis.
"Semangatnya tadi, semangat otonomi daerah, semangatnya rakyat bisa memilih kepala daerah langsung," imbuhnya.
[Gambas:Video CNN]