Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo, mengungkapkan alasannya memilih Andreau Misanta Pribadi sebagai staf khusus supaya tidak dinilai menguasai kursi kementerian.
Sebab, menurut Edhy, Andreau merupakan bagian dari tim sukses pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019. Sementara dirinya berada di kubu lawan yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hal tersebut disampaikan Edhy dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penetapan izin ekspor benih lobster (benur) dengan terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, Edhy dan Andreau telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
"Sementara saudara Andreau Misanta Pribadi, saya kenal beliau dari tim sukses pada saat itu seperti kita ketahui bersama sebagai tim sukses Pilpres, saudara Andreau ada di tim sukses pasangan Pak Jokowi," kata Edhy saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/3).
![]() |
"Di samping alasan politis, untuk supaya jangan sampai saya jadi menteri, kebetulan dari pasangan nomor 2 jangan seolah-olah mengambil kursi, seolah-olah kita semua yang menguasai. Makanya saya mengusulkan Andreau," lanjut Edhy.
Edhy mengungkapkan mekanisme penunjukan staf khusus juga harus mendapat persetujuan presiden. Dan, sambungnya, presiden pun langsung menyetujui lima staf khusus yang diusulkannya. Dalam kesempatan ini pula, Edhy menerangkan dirinya memiliki tiga staf ahli untuk membantu pekerjaannya.
Dalam persidangan ini, jaksa turut menghadirkan tujuh saksi lainnya yaitu istri Edhy, Iis Rosita Dewi; sekretaris pribadi Edhy, Anggia Tesalonika Kloer; Kepala Bagian Humas KKP, Desri Yanti; PNS Andhika Anjaresta; Dwi Kusuma Wijaya; Chandra Astan (swasta); dan Achmad Syaihul Anam.
Suharjito didakwa telah menyuap Edhy Prabowo dengan US$103 ribu dan Rp706.055.440,00 guna mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budi daya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada PT DPPP.
Suharjito didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.