Indonesia kembali kedatangan 16 juta dosis vaksin Covid-19 dari Sinovac dalam bentuk bahan baku (bulk), Kamis (25/3) kemarin. Kedatangan vaksin tahap ke tujuh ini menjadikan total 53,5 juta vaksin Sinovac yang telah diperoleh pemerintah hingga hari ini.
Bio Farma selaku penanggung jawab produksi dan distribusi vaksin pun langsung bergerak cepat dalam mengolah bahan baku ini menjadi vaksin jadi.
Juru Bicara Pemerintah untuk Vaksinasi dari Bio Farma Bambang Heriyanto menyampaikan, Bio Farma terus melakukan dukungan untuk memenuhi kebutuhan akan ketersediaan vaksin Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga kebutuhan vaksin Covid-19 bagi 181 juta penduduk Indonesia tercapai targetnya," kata Bambang dalam Dialog Produktif bertema Vaksin Datang Lagi, Pemerintah Percepat Vaksinasi yang diselenggarakan KPCPEN dan disiarkan di FMB9ID_IKP, Kamis (25/3).
Bambang menambahkan, sejak kedatangan vaksin Covid-19 pertama kali, Bio Farma sudah mendistribusikan vaksin ke 34 Provinsi di seluruh Indonesia.
"Sebetulnya Indonesia sudah puluhan tahun menjalankan vaksinasi. Hanya saja untuk vaksinasi Covid-19 ini jumlahnya memang jauh lebih besar, tantangannya mungkin ada di kapasitas rantai pasokan dingin di fasilitas pelayanan Kesehatan," tambah Bambang.
Bambang menuturkan, dari total 53,5 juta dosis ini diperkirakan akan menjadi 43 juta dosis karena bakal ada waste test. Sejak kedatangan vaksin bulk pertama, Bio Farma sendiri sudah memulai proses produksi dan sampai hari ini sudah menjadi 24 batch atau sekitar 24 juta dosis. Sebanyak 17 juta dosis diantaranya sudah didistribusikan.
"Datangnya 16 juta dosis hari ini akan memperpanjang proses produksi vaksin Covid-19 ini nanti," ujar Bambang.
Menurut Bambang, waste taste dalam proses produksi bahan baku vaksin menjadi vaksin jadi memang lumrah. Sehingga tidak aneh apabila jumlah bahan baku yang masuk dan jumlah vaksin yang diproduksi berkurang beberapa persen.
Tidak hanya di produksi, Juru Bicara Pemerintah untuk Vaksinasi dari Badan POM Dr. Lucia Rizka Andalusia juga menerangkan proses lanjutan yang dilakukan agar
vaksin Covid-19 bisa didistribusikan. Dia menjelaskan, vaksin Covid-19 memang produk yang punya risiko tinggi, karena sifatnya tidak stabil sehingga perlu diperlakukan dengan sangat hati-hati.
"Perlu diketahui pula bahwa setiap batch vaksin mendapatkan sertifikat pelepasan (certificate of release), maknanya bahwa vaksin tersebut sudah dicek kembali oleh BPOM untuk menjaga mutunya," tuturnya.
"Sampai saat ini tidak ada kendala berarti pada proses pengujian hingga pemberian sertifikat pelepasan ini. Kita sudah mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk memberikan percepatan rilis vaksin-vaksin Covid-19 ini," kata Lucia lagi.
Selain itu di sepanjang jalur distribusi BPOM pun turut berperan aktif. Ada 34 UPT BPOM di tiap provinsi dan 40 Loka POM di Kabupaten yang akan mengawal di sepanjang jalur distribusi vaksin Cobid-19 agar kondisi vaksin tersebut tetap bermutu dan disimpan dengan baik.
Lucia juga menerangkan soal masa kedaluwarsa vaksin. Menurutnya, produksi ini vaksin masih tergolong baru, yakni akhir 2020 lalu. Sementara berdasakran pengujian stabilitas dari industri farmasi menunjukkan data kestabilan selama tiga bulan.
"Dengan data tersebut Badan POM memberikan batas kedaluwarsa vaksin Covid-19 selama enam bulan, baik Sinovac maupun Astrazeneca," ujarnya.
"Vaksin ini kita ketahui tidak seratus persen melindungi kita dari virus Covid-19, oleh karena itu kita tetap menjalankan protokol kesehatan. Tapi hendaknya kita melakukan vaksinasi, karena setelah divaksinasi akan mengurangi kesakitan saat terpapar Covid-19," tutup Lucia.
(osc)