Ketua Umum Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Sibolangit, Deli Serdang, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menyindir orang-orang yang berpolitik dengan cara mencari perhatian, membonceng pihak kanan dan kiri, kemudian mengorbankan jiwa nasionalisme dan Pancasila, tapi tidak pernah digubris oleh orang lain.
Hal tersebut dilontarkan Moeldoko menjawab pertanyaan sejumlah kalangan militer terkait langkahnya di Demokrat lewat akun Youtube pribadinya.
"Ada orang-orang yang berpolitik dengan cara-cara mencari perhatian dan membonceng kanan kiri, mengorbankan jiwa nasionalismenya, jiwa Pancasilanya. Padahal, tidak ada yang menggubrisnya," kata Moeldoko menjawab pertanyaan itu, Selasa (30/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan Moeldoko itu menjawab sebuah pertanyaan dalam rekaman Youtube itu: Ada kalangan militer yang mempertanyakan langkah anda di Demokrat. Bagaimana Anda menyikapinya?'
Tak dijelaskan siapa dan kapan kalangan militer yang melontarkan pertanyaan itu kepada Moeldoko.
Moeldoko menjawab dengan menegaskan bahwa dirinya tidak pernah bersikap membonceng 'kiri-kanan', bahkan mengorbankan jiwa nasionalisme, dan Pancasila. Ia juga membantah telah mengemis untuk mendapatkan pangkat dan jabatan, apalagi menggadaikan yang selama ini diperjuangkannya.
Mantan Panglima TNI itu pun menegaskan sikapnya selalu konsisten. Bahkan, Moeldoko mengaku rela mempertaruhkan lehernya untuk terus menegakkan Pancasila dan mengibarkan bendera Indonesia.
"Saya konsisten, saya rela mempertaruhkan leher saya untuk terus menegakkan Pancasila dan berkibarnya Merah Putih," kata Moeldoko.
Pria yang saat ini juga menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) RI itu menjelaskan dirinya tidak pernah berubah, dan berjanji tidak akan pernah berubah.
Moeldoko pun mengaku yakin bahwa prajurit TNI tidak akan mudah diprovokasi karena selalu menanamkan kebajikan, kesejahteraan, profesionalisme dan tidak pernah membuat para prajurit TNI merintih selama memimpin TNI.
"Seluruh prajurit tahu tentang itu," kata pria kelahiran Kediri pada 1957 silam itu.
Terkait pilihannya saat ini, Moeldoko menegaskan bahwa hal tersebut merupakan haknya sebagai warga sipil.
Dia kemudian menerangkan bahwa ketika bertugas di militer tugasnya adalah mengawal stabilitas dan demokrasi. Pun begitu saat menjadi warga sipil, Moeldoko mengaku tetap konsisten menjaga demokrasi.
"Saat ini, saya sebagai sipil saya tetap konsisten dengan tugas tersebut, yaitu tugas menjaga demokrasi yang sudah melekat di hati saya, mengalir dalam darah saya," katanya.
Untuk diketahui, salah satu sosok dari kalangan militer yang pernah menyoroti langkah Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat lewat KLB adalah mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Gatot yang menjadi Panglima TNI setelah Moeldoko purnawirawan itu menganggap sikap seniornya tersebut tak mencerminkan kualitas dan etika prajurit TNI yang kerap mengedepankan demokrasi.
Gatot juga tak menyangka, pada akhirnya Moeldoko mau menerima tawaran jabatan ketua umum partai lewat KLB yang dipermasalahkan tersebut.
"Saya ingin garis bawahi bahwa apa yang beliau [Moeldoko] lakukan sama sekali tidak mencerminkan kualitas, etika, moral dan kehormatan yang dimiliki seorang prajurit," ungkap Gatot seperti dikutip dari akun Instagram resmi miliknya, Selasa (16/3).