Mahfud Siapkan Sandera Badan bagi Pengemplang Utang BLBI
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyiapkan pengenaan paksa atau sandera badan (gijzeling) demi mengembalikan aset terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Sekarang kita mau coba menyelesaikan. Kalau perlu nanti kan kita perdatanya pakai gijzeling, penyanderaan badan. Sehingga mirip-mirip pidana juga, tapi ya kita harus lakukanlah, ini uang negara juga," kata dia, saat melakukan wawancara yang ditayangkan di akun YouTube Kompas TV, Rabu (14/4).
Menurut Mahfud, hukum perdata pun mengenal sanksi kurungan seperti halnya hukum pidana. Hanya saja, dalam kasus BLBI ini gijzeling ini diterapkan lantaran pengemplang dana BLBI mengingkari kewajiban bayar utang ke negara.
"Kan ada tuh di hukum perdata, sandera badan," kata dia.
Jika memang aset ini pada akhirnya tetap sulit untuk ditarik, Mahfud membuka kemungkinan kasus BLBI ini akan kembali memunculkan pidana baru merujuk pada Pasal 2 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hukum ini berlaku karena ada indikasi dengan memperkaya diri sendiri dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
"Itu bisa terpenuhi itu, [Perdata dan pidana] bisa jadi. Nanti kita pelajari lagi. Pokoknya ini uang harus diselamatkan," kata Mahfud.
Dalam kesempatan itu, Mahfud mengaku pemerintah memang terus mengupayakan untuk menagih utang tersebut dengan cara perdata. Hal ini juga mengikuti putusan Mahkamah Agung yang memastikan tak ada unsur pidana dalam kasus ini.
"Ya kita tagih secara perdata," kata dia.
Diketahui, salah satu peraturan yang mengatur gijzeling adalah UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Pasal 93 perundangan ini menyatakan pengadilan dapat memerintahkan penahanan debitor pailit di rumah tahanan negara maupun di rumahnya sendiri di bawah pengawasan jaksa. Durasinya adalah 30 hari dan dapat diperpanjang 30 hari lagi.
Namun, debitor pailit itu bisa dilepas dari penahanan dengan uang jaminan dari pihak ketiga.
(tst/arh)