Pegiat antikorupsi ramai-ramai memprotes kabar pemecatan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kabar pemecatan berembus usai 75 orang pegawai lembaga antirasuah tersebut, termasuk Novel Baswedan dan sejumlah sosok berprestasi, tak lolos tes wawasan kebangsaan sebagai syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) pascabrelakunya UU KPK yang baru tersebut sejak 2019 silam.
Salah satu protes datang dari Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari. Ia mengkritik tes alih status kepegawaian KPK yang tak diatur undang-undang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, tes itu hanya diatur dalam Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021. Aturan itu juga mengandung sejumlah syarat janggal.
"Artinya, tes itu berupaya menyingkirkan orang-orang penting di KPK dan kuat dugaan itu bagian dari rencana yang besar untuk meruntuhkan KPK mulai dari undang-undang hingga kemudian kualitas kepegawaian," kata Feri saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (4/5)
Protes lainnya dilayangkan mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto. BW, sapaan akrabnya, menuding bahwa KPK saat ini sedang dihabisi.
Menurut BW, para pegawai KPK yang tak lolos itu selama ini berhasil mengungkap banyak kasus korupsi, seperti suap bansos Covid-19 hingga suap izin ekspor benur. Namun, mereka justru disingkirkan lewat tes wawasan kebangsaan.
"Justru malah mau disingkirkan semena-mena hanya dengan berbekal hasil tes ala litsus (penelitian khusus) Orde Baru," ucap BW saat melalui keterangan tertulis, Selasa (4/5).
Indonesia Corruption Watch (ICW) juga memprotes dugaan pemecatan pegawai KPK usai tes wawasan kebangsaan. ICW menilai tes tersebut bagian dari rancangan pelemahan KPK yang lahir sebagai anak kandung reformasi tersebut.
![]() |
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut pelemahan sudah berlangsung sejak Firli Bahuri dkk. terpilih. Skenario itu, kata dia, berlanjut lewat revisi UU KPK yang kemudian disahkan di ujung masa bakti DPR periode 2014-2019 dan diundangkan pada 2019 silam.
"Sinyal untuk tiba pada kesimpulan itu telah terlihat secara jelas dan runtut, mulai dari merusak lembaga antirasuah dengan UU KPK baru, ditambah dengan kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri, dan kali ini pegawai-pegawai yang dikenal berintegritas disingkirkan," ucap Kurnia dalam keterangan tertulis, Selasa (4/5).
Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorangmeminta pimpinan lembaga antirasuah tak mencari pembenaran untuk memecat orang-orang yang sudah menunjukkan performa dan tangguh dalam memberantas korupsi.
"Jangan cari justifikasi lain untuk melakukan saringan terhadap orang-orang yang memang sudah perform dan tough guy dalam penegakan hukum-hukum antikorupsi," kata Saut kepada CNNIndonesia.com.
Saut mengatakan orang-orang tangguh tersebut merupakan sosok yang justru dibutuhkan oleh negara dalam penanganan kasus korupsi yang menjadi penyakit kronis.
Ia tak ingin punggawa lembaga antikorupsi yang sudah teruji sekian tahun malah dibuang begitu saja selepas revisi UU KPK.
Sebelumnya, pegawai KPK mengikuti tes wawasan kebangsaan dalam rangka alih status sebagai ASN. Peralihan status kepegawaian itu merujuk revisi UU KPK yang diketok tahun 2019. Usai tes tersebut, sumber CNNIndonesia.com menyebut 75 orang pegawai tak lolos. Salah satunya adalah penyidik senior KPK Novel Baswedan. Sumber CNNIndonesia.com juga menyebut Ketua KPK Firli Bahuri berniat memecat pegawai-pegawai yang tak lolos ujian.
Terpisah, Novel juga mengaku sudah mendengar informasi mengenai tak lolos dirinya karena wawasan kebangsaan, hingga terancam didepak dari KPK.
"Iya benar, saya dengar info tersebut. Upaya untuk menyingkirkan orang-orang baik dan berintegritas dari KPK adalah upaya lama yang terus dilakukan," ujar Novel kepada CNNIndonesia.com melalui keterangan tertulis, Senin (3/5) malam.
Sementara itu, Firli membantah semua tudingan itu seraya mengingatkan kepemimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial, dan hasil tes itu didapatkan pihaknya dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Terima kasih. Pimpinan KPK adalah kolektif kolegial. Maknanya semua keputusan diambil secara bulat dan tanggung jawab bersama oleh semua pimpinan KPK," kata dia kepada CNNIndonesia.com. "Jadi saya tegaskan tidak ada pemaksaan kehendak."
Ia juga memastikan bahwa KPK telah menerima penilaian BKN terkait hasil tes wawasan kebangsaan.
"Silakan ke Sekjen untuk hal tersebut karena sampai saat ini pimpinan belum membuka hasil tes wawasan kebangsaan. Hasil tes wawasan kebangsaan diterima Sekjen dari BKN tanggal 27 April 2021 dan sampai sekarang belum dibuka," ucap Firli.
Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa, belum menjawab konfirmasi yang telah CNNIndonesia.com ajukan melalui keterangan tertulis.
(dhf/kid)