Eks Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD 'turun tangan' menyelesaikan polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) di KPK.
Jokowi dan Mahfud diminta ikut menyelamatkan 75 pegawai KPK tak lolos alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Ia menyatakan, TWK yang telah diselenggarakan tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak mensyaratkan TWK dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menko Polhukam atau Presiden harus segera menengahi dan menyelesaikan permasalahan yang menimpa 75 orang pegawai KPK ini agar tidak terzalimi oleh test yang tidak jelas dasar hukumnya," kata Laode lewat pesan singkat, Minggu (16/5).
Dia berkata, TWK yang telah diselenggarakan harus dipersoalkan karena pimpinan KPK telah menyampaikan kepada pegawai sejak awal bahwa TWK bukan untuk menentukan kelulusan dalam alih fungsi dari pegawai KPK menjadi ASN.
Laode pun menilai bahwa metodologi TWK yang digunakan tidak sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan karena mengandung urusan pribadi pegawai, seperti soal nikah, hasrat seksual pegawai yang belum nikah, hingga cara seseorang salat subuh dengan qunut atau tidak qunut.
Laode menilai, TWK yang sudah diselenggarakan terlihat seperti berupaya menggagalkan pegawai-pegawai KPK yang berintegritas. Menurutnya, hal itu terlihat dari daftar 75 nama pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus.
"Banyak sekali menggagalkan para penyelidik dan penyidik senior independen KPK yang telah teruji reputasi dan independensinya serta menyasar beberapa pejabat struktural dan pegawai baru yang bagus-bagus," katanya.
Berangkat dari itu, Laode meminta Ketua KPK Firli Bahuri, Kepala BKN Bima Haria Wibisana, dan Menpan RB Tjahjo Kumolo menunda pelantikan alih status pegawai KPK menjadi ASN sampai nasib 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus mendapatkan penjelasan.
Sebelumnya, 75 pegawai KPK dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan. Tak lama kemudian, pimpinan KPK menerbitkan surat penonaktifan para pegawai tersebut.
Sejumlah penyidik senior masuk dalam daftar 75 orang tersebut. Salah satu di antaranya adalah penyidik yang menangani kasus bansos Covid-19, simulator SIM, dan e-KTP, yakni Novel Baswedan.
Anggota Dewan Pengawas KPK Indriyanto Seno Adji mengklaim penonaktifan 75 orang pegawai bukan keputusan pribadi Ketua KPK Firli Bahuri. Indriyanto mengaku hadir dalam rapat penentuan kebijakan itu. Ia menjamin penonaktifan 75 orang pegawai disetujui bersama oleh para pimpinan KPK.
"Keputusan pimpinan KPK itu dipastikan kolektif kolegial, sama sekali bukan individual dari Ketua KPK," kata Indriyanto lewat keterangan tertulis, Rabu (12/5).