Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Anwar Abbas, mengungkapkan bahwa pemimpin Syiah Iran meyakini Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) akan memegang peranan penting dalam mencapai kejayaan Islam di masa mendatang.
Hal itu disampaikan Anwar saat momen halalbihalal Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah, Jumat (21/5). Pada kesempatan itu Anwar menceritakan pengalamannya berkunjung ke Teheran, Iran, beberapa tahun lalu.
"Ketika saya berkunjung ke Teheran, tahunnya saya lupa. Saya diterima oleh orang kedua setelah Ayatullah Khomeini, saya lupa namanya. Dia bilang begini, 'bahwa umat Islam akan kembali memimpin dunia, tapi umat muslim yang akan memimpin dunia itu bukan datang dari Timur Tengah, bukan umat Islam dari Turki dan bukan umat Islam dari Iran. Tetapi, umat Islam dari Indonesia'," ujar Anwar dikutip dari situs resmi Muhammadiyah, Minggu (23/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Khomeini diketahui merupakan tokoh pejuang dalam revolusi Iran sekaligus pemimpin Agung di Iran.
Anwar mengungkapkan orang yang ditemuinya itu berpesan agar hubungan baik antara Muhammadiyah dengan NU senantiasa tetap dijaga.
"Saya ya kaget juga. Dan beliau berpesan, kata beliau tolong jaga ukhuwah dan silaturahmi antara NU dan Muhammadiyah. Itu, pesannya itu," tutur Anwar.
"Jadi, kesimpulan saya, ya, orang di luar melihat negeri ini akan menjadi negeri maju dan umat Islam akan memimpin dunia dan dalam kesimpulan Ayatullah itu, NU dan Muhammadiyah akan memainkan peran penting. Karena itu tolong, silaturahmi dan ukhuwah itu dijaga," sambung dia.
Ia pun lantas juga berpesan kepada umat muslim di Indonesia agar mempererat tali persaudaraan.
"Oleh karena itu, terus terang saja kita menginginkan bagaimana kita bisa mencetak SDM-SDM di kalangan milenial yang beriman, berilmu, tapi juga kaya serta dengan kekayaannya itu dia bisa melakukan amal, berinfak, bersedekah, dan beramal saleh," pungkas Anwar.
Persaudaraan atau hubungan baik antara Muhammadiyah dengan NU sudah dirajut sejak lama. Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan dan pendiri NU, Muhammad Hasyim Asy'ari merupakan dua orang sahabat yang belajar agama pada satu guru, yaitu KH Sholeh Darat di Semarang.
Dikutip dari laman resmi NU, keduanya tinggal di kamar yang sama saat menjadi santri.
Bahkan, saat melanjutkan pendidikan agama di Mekkah, Arab Saudi, kedua orang tersebut juga mempunyai guru yang sama yakni Syekh Mahfud Tremas.
Hubungan kedua organisasi yang menaungi jutaan umat islam di Indonesia ini berlangsung dinamis. Ada masa hubungan terjalin akrab, dan ada kondisi yang membuat berjarak.
"Dan hal tersebut wajar-wajar saja sebagaimana hubungan antarmanusia, suami istri, saudara, ataupun sahabat. Semuanya bersifat dinamis," demikian dikutip dari situs NU.
Pada Rabu, 31 Oktober 2018, rombongan Pengurus Besar NU (PBNU) yang dipimpin oleh KH Said Aqil Siradj berkunjung ke kantor PP Muhammadiyah untuk membalas kunjungan yang sudah dilakukan PP Muhammadiyah sebelumnya tertanggal 23 Maret 2018.
Kunjungan itu menghasilkan empat kesepakatan bersama dan akan ada tindak lanjut pada kerja-kerja bersama untuk semakin mendekatkan kedua belah pihak.
Pada pokoknya, kedua organisasi islam ini berkomitmen menjaga dan memajukan Indonesia. Satu di antaranya adalah dengan meningkatkan kapasitas membangun umat Islam terhadap persoalan yang ada.
"Hubungan kedua organisasi ini sudah selayaknya melalui proses yang terencana dan didesain bukan hanya menciptakan hubungan dalam menyelenggarakan program, tetapi mampu menciptakan kedekatan pribadi."
"Kita tidak dapat lagi mengandalkan proses alamiah sebagaimana terjadi pada masa sebelumnya ketika para tokohnya secara kebetulan belajar bersama. Kerja sama bisa digagas dari tingkat pusat sampai struktur organisasi paling bawah atau antar badan otonomnya."
(ryn/gil)