Jakarta, CNN Indonesia --
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 memberi lampu merah alias peringatan terhadap tujuh provinsi terkait tingkat keterisian tempat tidur (BOR) tempat isolasi dan instalation care unit (ICU) di rumah sakit.
Sebanyak tujuh provinsi itu sebelumnya disebut berpotensi mengalami lonjakan kasus Covid-19 varian Delta. Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
"Dan kami sudah lihat ada lima provinsi di Sumatra dan dua provinsi di Kalimantan yang kita harus hati-hati agar kita bisa mempersiapkan dengan baik," kata Budi dalam diskusi daring, Selasa (6/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tujuh provinsi tersebut adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Budi sebelumnya juga meminta agar tujuh provinsi itu membatasi mobilitas, dan melakukan pemeriksaan dengan teknik Whole Genome Sequencing (WGS) untuk melacak varian yang disebut-sebut lebih mudah menular itu.
Sementara, data Satgas Penanganan Covid-19 per 5 Juli 2021 mencatat tujuh provinsi itu, kecuali Riau, mendapat lampu merah terkait tingkat keterisian isolasi dan ICU.
Simbol itu menunjukkan tingkat keterisian isolasi dan ICU berada di atas 50 persen, meski sebagian umumnya masih di bawah 80 persen.
Rinciannya Kalimantan Barat mencatat tingkat keterisian isolasi mencapai 68,09 persen, dan ICU 82,48 persen; Kalimantan Timur 74,79 persen untuk isolasi dan 80,54 persen untuk ICU.
Kemudian, Riau sebanyak 35,54 persen untuk isolasi dengan ICU 56,87 persen; Kepulauan Riau 72,08 persen untuk isolasi dan 62,16 persen untuk ICU; Sumatera Barat 63,40 persen untuk isolasi dan 51,85 untuk ICU.
Lalu, Sumatera Selatan dengan tingkat keterisian isolasi mencapai 68,96 persen dan 63,31 persen untuk ICU.
Lampung menjadi wilayah dengan tingkat keterisian paling tinggi di antara tujuh provinsi tersebut, dengan angka 77,91 persen untuk isolasi dan 73,43 persen untuk ICU.
Tingkat keterisian itu seiring dengan lonjakan kasus positif Covid-19 dalam sepekan terakhir. Lampung misalnya, merujuk laporan Satgas, mencatat kenaikan kasus positif relatif stabil kendati tak signifikan.
Pada 1 Juli, kasus positif harian di Lampung hanya bertambah 206. Tiga hari kemudian angkanya bertambah menjadi 286, pada 3 Juli, lalu per hari ini Rabu (7/7) naik 326 kasus.
"Bisa kita lihat di sini bahwa saat ini untuk persentase bor isolasi ada sebanyak 6 provinsi dengan angka keterisian lebih dari 80 persen untuk isolasi," kata Ketua Bidang Data dan Teknologi Satgas, Dewi Nur Aisyah.
Jumlah tempat tidur khusus perawatan pasien Covid-19 di Sumatera Selatan terus menipis seiring melonjaknya kasus konfirmasi positif baru, terutama sepekan terakhir. Penambahan kasus baru Covid-19 di Sumsel pada 30 Juni-6 Juli sebanyak 1.612 menyebabkan BOR RS per Rabu (6/7) berada di angka 70 persen.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumsel rata-rata penambahan kasus baru sebanyak 230 per harinya pada 7 hari terakhir.
Penambahan terbanyak terjadi pada Selasa (6/7) sebanyak 255 kasus harian. Dalam jangka waktu tersebut pun, jumlah pasien Covid-19 yang sembuh lebih rendah daripada penambahan kasus positif baru yakni 975 orang. Serta jumlah pasien Covid-19 yang meninggal dunia sebanyak 77 orang.
Total kasus kumulatif positif Covid-19 di Sumsel hingga 6 Juli yakni 30.152 orang, dengan total kesembuhan 26.559 orang, dan pasien meninggal dunia sebanyak 1.520 atau 5,04 persen, jauh di atas rata-rata nasional sebesar 2,7 persen. Kasus positif aktif yang sedang menjalani perawatan saat ini sebanyak 2.074 yang terdiri dari 276 di rawat di rumah sakit, 1.532 isolasi mandiri di rumah, 66 orang isolasi di sarana kesehatan.
Sementara itu, berdasarkan data terbaru Satgas Covid-19 per 7 Juli, angka kumulatif itu naik 13.617 orang alias bertambah 106 orang dari hari sebelumnya.
Palembang terlihat banyak terus karena masyarakat dekat dengan fasilitas kesehatan dan kirim sampelnya juga banyak.Epidemiolog Unsri Iche Andriyani |
Zona Merah
Zona merah di Sumsel per awal pekan ini tercatat ada tiga daerah yakni Palembang, Lahat, dan Musi Banyuasin. Rata-rata BOR di Sumsel mencapai 70 persen, dengan jumlah tempat tidur yang terpakai 1.493 dari total 2.147 tempat tidur di 56 rumah sakit.
Terdapat enam daerah dengan BOR di atas 70 persen yakni Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan 92 persen (11 dari 12 tempat tidur terisi), Lubuklinggau 86 persen (149 dari 174 tempat tidur terisi), Ogan Komering Ilir (OKI) 82 persen (9 dari 11 tempat tidur terisi), Palembang 76 persen (816 dari 1.075 tempat tidur terisi), Musi Banyuasin 73 persen (144 dari 196 terisi), dan Musirawas Utara 70 persen (14 dari 20 tempat tidur terisi).
Meskipun angka BOR di bawah 70 persen, kondisi di daerah lain pun mengkhawatirkan. Seperti Lahat yang mencapai 67 persen (36 dari 54 tempat tidur terisi), OKU Timur 66 persen (49 dari 74 tempat tidur terisi), Prabumulih 59 persen (77 dari 131 tempat tidur terisi), Muara Enim 54 persen, (62 dari 115 tempat tidur terisi), dan Banyuasin 51 persen (65 dari 128 tempat tidur terisi).
Epidemiolog Universitas Sriwijaya Iche Andriyani mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 di Sumsel terjadi tidak terlepas dari mobilitas masyarakat yang masih tinggi serta penyebaran varian virus Delta dan Kappa yang sudah terdeteksi ada di Sumsel. Berdasarkan laporan Google Mobility Report, terdapat peningkatan mobilitas warga Sumsel ke taman 11 persen pada periode 21 Mei-2 Juli, enam persen peningkatan di pemukiman, serta 30 persen peningkatan di toko bahan makanan dan apotek.
Selain itu, tracing yang dilakukan di Sumsel pun masih lemah. Rata-rata, dari satu orang yang terkonfirmasi positif, hanya 2-3 orang kontak erat yang ditelusuri.
"Kita berharapnya penambahan kasus ini dari tracing yang kuat, tapi yang sangat disangkan rasio tracing dari yang positif ke kontak erat masih segitu-segitu saja di Sumsel, hanya 2-3 orang. Kita khawatir kasus 200-an per hari ini semua memang mereka yang datang duluan ke faskes, itu yang kita takutkan. Berarti jumlah kontrak eratnya harusnya lebih banyak," ujar Iche, Rabu (7/7).
Menurut Iche sudah saatnya pemerintah mengevaluasi mekanisme tracing dan testing di lapangan, karena Sumsel lemah di bagian tersebut. Ia khawatir bila lemah dalam tes dan telusur, nantinya tindak lanjut perawatan yang dilakukan di rumah sakit akan kolaps.
"Harusnya jadi koreksi. Testing, tracing, dan isolasi harus dievaluasi salahnya di mana, lemahnya kita di mana. Treatment tergantung itu, nanti kaitannya dengan fasilitas, tenaga, tempat tidur, dokter, perawat, dan lainnya. Menambah tempat tidur itu mudah, tapi nambah nakes, dokter, fasilitas terutama ICU itu tidak mudah. Yang saya wanti-wanti tempat tidur ICU, takutnya banyak pasien saat datang dengan kondisi sangat berat. Yang kita khawatirkan itu kolaps, itu yang harus diantisipasi," jelas dia.
Dirinya mengapresiasi kebijakan yang dirumuskan pemerintah seperti PPKM dan pemberlakukan ganjil-genap untuk mengurangi mobilitas masyarakat. Namun monitoring di daerahnya harus dilakukan, jangan hanya memberlakukan aturan namun pengawasannya tidak berfungsi.
"Palembang dari bulan puasa [Ramadan] nggak pernah turun dari zona merah. Palembang terlihat banyak terus karena masyarakat dekat dengan fasilitas kesehatan dan kirim sampelnya juga banyak. Tapi bagaimana dengan daerah lain? Hati-hati, jangan diam-diam saja, nanti tiba-tiba fenomena gunung es," ungkap Iche.