PWNU Sebut Hukum Salat Id Berjamaah Haram Jika Abaikan Ahli
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menyebut pelaksanaan Salat Iduladha secara berjamaah di ruang publik hukumnya haram jika mengesampingkan para ahli.
Sementara itu, kepolisian mengaku mengedepankan upaya preventif dalam mencegah kerumunan di masa Iduladha.
Anjuran PWNU itu tercantum dalam Surat Edaran (SE) Nomor 982/PW/A-II/L/II/2021 terkait pelaksanaan Salat Iduladha, penyembelihan dan distribusi hewan kurban, dan Salat Jumat, saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat karena melonjaknya kasus Covid-19.
Bahwa, memaksakan penyelenggaraan Salat Iduladha secara berjemaah, dengan mengesampingkan pertimbangan ahli, hasil koordinasi dan potensi bahayanya adalah haram hukumnya.
"Iya PWNU Jatim mengeluarkan SE tersebut," kata Sekretaris PWNU Jatim Akhmad Muzakki, Sabtu (17/7).
"Memaksakan penyelenggaraan salat Iduladha dalam jumlah yang berpotensi terjadinya penularan atau penyebaran Covid-19, apalagi menyelisihi kesepakatan hasil koordinasi sebagaimana di atas adalah haram hukumnya," lanjutnya.
Pelaksanaan Salat Iduladha, kata dia, juga harus mematuhi prosedur kehati-hatian dan pendapat ahli, dengan menyesuaikan kondisi di masing-masing daerah.
"Jika kerumunan diduga kuat oleh para ahli menjadi salah satu sebab terjadinya penyebaran Covid-19, maka penyelenggaraan ibadah Salat Idulaadha 1442 H dan rangkaiannya wajib menghindari konsentrasi jemaah," jelasnya.
"Salat Id hendaknya dilaksanakan berjemaah dengan keluarga inti di rumah masing-masing, bahkan sampai kemungkinan terendah yaitu salat sendirian atau tidak berjamaah di rumah," samung dia.
Sementara itu, Polri mengaku akan memakai pendekatan preemtif atau pembinaan masyarakat untuk mengantisipasi kerumunan di masa Idul Adha, Selasa (20/7).
Kebijakan itu mengikuti Surat Edaran Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Takbiran, Idul Adha, dan Pelaksanaan Kurban 1442 Hijriyah di luar PPKM Darurat.
"Semua tetap kami komunikasikan (preemtif) untuk kebaikan bersama. Mempedomani surat Menag dan Kepala Daerah untuk dikomunikasikan bersama-sama," kata Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono kepada wartawan, Senin (19/7).
Sebagai informasi, dalam edaran tersebut pemerintah masih mengizinkan pelaksanaan salah Id dan Takbiran bagi wilayah-wilayah yang tak menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat hingga 20 Juli.
Tercatat, saat ini ada 60 wilayah Kabupaten/Kota yang menerapkan kebijakan tersebut.
Terpisah, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengimbau masyarakat merayakan Iduladha dari rumah masing-masing.
"Mari kita melaksanakan ibadah Iduladha di rumah saja dan melaksanakan ketaatan kita sesuai dengan para ulama dengan fatwa-fatwanya dan ketaatan kepada arahan pemimpin," kata pria yang akrab disapa Emil, Senin (19/7).
Ia, yang akan menjalankan salat Iduladha dan kurban bersama keluarga di Rumah Dinas Gedung Pakuan, Kota Bandung, meminta pelaksanaan Iduladha 1442 H untuk mengoptimalkan hari Tasyriq dan membeli hewan kurban secara daring.
Senada, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan agar umat Islam tetap mematuhi protokol kesehatan selama Iduladha.
"Sangat diharapkan kita tidak melakukan kerumunan," kata Mahfud dalam kanal YouTube Polhukam RI, Senin (19/7).
"Kalau ritualnya membatasi kita untuk tidak berkerumun maka mari kita taqarrub berkurban artinya mendekat ke Allah agar kita selalu diberi kesehatan, bimbingan dan bisa dihindarkan dari Covid-19," lanjut dia.
Di sisi lain, Pemkot Serang, Banten, tak melarang warganya untuk 'nyate' usai mendapatkan daging kurban selama tidak menimbulkan kerumunan.
"Kalau nyate enggak ada istilah enggak boleh, yang tidak boleh itu kan kerumunan. Bancakan kan masing-masing keluarga tiap tahun juga," kata Wakil Walikota (Wawalkot) Serang, Subadri Ushuludin, di kantornya, Jumat (16/7).
(mjo/tst/frd/ynd/hyg/arh)