Proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) memasuki babak baru.
KPK resmi menyerahkan surat keberatan ke Ombudsman RI atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terkait malaadministrasi dalam proses alih status pegawai menjadi ASN. Surat keberatan telah dikirim pada Jumat (6/8).
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menyatakan pihaknya menolak melaksanakan tindakan korektif Ombudsman RI yang salah satu poinnya adalah meminta agar 75 pegawai tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dialihkan statusnya menjadi ASN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komisioner berlatar belakang akademisi ini berujar kesimpulan keberatan tersebut berdasarkan sejumlah temuan.
KPK menilai Ombudsman RI telah melanggar konstitusi dan wewenang, serta melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan pemeriksaan atas laporan yang sedang dalam proses pemeriksaan.
Kemudian, LAHP Ombudsman RI tidak berdasarkan bukti keterangan terlapor, saksi, dan ahli yang dimintai keterangan. Selain itu, KPK menilai Ombudsman RI tidak konsisten dan logis karena temuan dan tindakan korektif tidak berkorelasi.
"Kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," kata Ghufron dalam konferensi pers, Kamis (5/8).
Sementara itu, Ombudsman RI sebagai lembaga negara pemantau pelayanan publik menyatakan akan mempelajari surat keberatan dimaksud untuk menentukan langkah lebih lanjut.
"Kami setelah menerima akan mempelajari dulu," ucap Ketua Ombudsman RI, M. Najih, Jumat (6/8).
Keputusan KPK menolak untuk melaksanakan tindakan korektif Ombudsman RI menuai kritik dari sejumlah pihak, tak terkecuali pegawai nonaktif selaku pelapor malaadministrasi.
Penyidik senior KPK nonaktif, Novel Baswedan, menilai pimpinan lembaga antirasuah tidak memiliki iktikad baik untuk memperjuangkan pegawai yang gagal lolos ASN.
Novel merasa malu ketika Firli Bahuri Cs menghindar dari permasalahan serius sebagaimana temuan Ombudsman RI terkait malaadministrasi dalam pelaksanaan alih status pegawai.
"Apakah kita bisa percaya bahwa pimpinan KPK berkepentingan menjaga kepentingan pegawai KPK? Saya melihatnya jauh sekali dan enggak ada faktanya," ujar Novel dalam agenda daring, Jumat (6/8).
Penyidik nonaktif lainnya, Yudi Purnomo Harahap, mengatakan keputusan pimpinan KPK yang abai terhadap temuan Ombudsman RI memperlihatkan sikap antikoreksi.
Ia menilai keputusan tersebut sekaligus menunjukkan dalih pimpinan KPK telah memperjuangkan hak dan nasib 75 pegawai hanya sebatas retorika.
"Tindakan korektif dari Ombudsman sepatutnya dijadikan bahan KPK untuk perbaikan, bukan malah menyerang pemberi rekomendasi yang mencari solusi terhadap permasalahan status 75 pegawai KPK," kata Yudi.
"Ini sama saja KPK memilih untuk kill the messenger, bukannya mengapresiasi rekomendasi Ombudsman," sambung dia.
![]() |