Polri menyatakan telah melakukan penegakan hukum terhadap 14 kasus pinjaman online (pinjol) sejak 2018.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan belasan kasus pinjol itu dilakukan oleh para pelaku dengan berbagai modus operandi.
"Periode tahun 2018-2021, Polri telah melakukan penegakan hukum sebanyak 14 kasus pinjaman online," kata Listyo dalam sebuah acara, Jumat (20/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Modus yang dilakukan oleh para pelaku pinjol ini, kata Listyo, adalah menawarkan pinjaman dengan persyaratan mudah, tanpa harus tatap muka.
Namun, syarat yang diajukan adalah korban atau nasabah harus mengikuti kebijakan dan ketentuan dalam aplikasi pinjaman online. Salah satunya yakni data kontak milik nasabah boleh dibuka oleh pemberi pinjaman.
Di sisi lain, Listyo menyebut penagihan yang dilakukan oleh pinjol ini tidak sesuai dengan ketentuan, yaitu Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
"Apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaran, maka pemberi pinjaman melakukan penagihan kepada nama-nama yang terdapat pada kontak hanpdhone nasabah," tutur Listyo.
Tak hanya itu, disampaikan Listyo, pelaku juga terkadang tak menghapus data peminjam yang telah membayar pinjamannya.
Pelaku, justru menggunakan data KTP milik peminjam atau nasabah untuk mengajukan pinjaman online di aplikasi lain.
Lebih lanjut, Listyo menyambut baik perjanjian kerja sama antara Polri dengan OJK dalam rangka pemberantasan online ilegal.
"Memperkuat upaya pemberantasan pinjaman online ilegal, dan sinergitas perlindungan masyarakat dari penawaran pinjaman online ilegal dan upaya pemberantasan pinjaman online ilegal," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan kerja sama ini dilakukan agar penanganan pinjaman online ilegal dapat dilakukan secara efektif, terstruktur dan optimal.
Sebab, di masa pandemi ini operasi pinjol cukup marak dan merugikan masyarakat lantaran memanfaatkan banyaknya orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk mencari keuntungan.
"Kondisi ini (pandemi Covid-19) dimanfaatkan oleh pelaku pinjaman online yang ilegal untuk menawarkan pinjaman online dengan berbagai platform kepada orang-orang yang memiliki tingkat literasi keuangan yang sangat rendah" ujar Wimboh, Jumat (20/8).