Kritik terhadap pemerintah tak berhenti begitu mural dihapus di Kota Solo. Kini sejumlah poster sarat kritik ditempel di beberapa titik keramaian kota pimpinan Putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
Poster-poster itu mengkritisi penanganan pandemi Covid-19. Menurut informasi yang dihimpun, poster itu telah ditempel sejak sepekan yang lalu.
Salah satunya berada di Jalan Diponegoro, tepat di depan Pasar Antik Triwindu, kawasan wisata Ngarsopuro. Poster yang tertempel di ornamen jalan itu mengkritik Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Poster dari kertas folio bergaris itu bertuliskan, "Berani Membatasi, Harus Menghidupi. #GWSIndonesia, #Bansos?" Di sudut poster terdapat gambar anak-anak menangis mengatakan "Luwe no sayang (lapar dong sayang)".
Menurut seorang pengamen di kawasan Ngarsopuro, Sakti Nugroho, poster tersebut dipasang empat hari yang lalu sekitar pukul 22.00 WIB.
"Kebetulan waktu itu saya ada di sini," katanya, Senin (6/9).
Ia mengatakan poster tersebut dipasang oleh dua orang pria berpakaian serba hitam. Mereka langsung meninggalkan lokasi mengendarai sepeda motor setelah menempel poster.
"Saya mau melepas tapi enggak enak. Takut nanti malah jadi masalah," katanya.
![]() |
Seorang juru parkir di kawasan tersebut, Bambang mengaku sepakat dengan isi poster tersebut. Namun, ia menganggap ukuran poster terlalu kecil sehingga sulit terbaca dengan jelas oleh pengguna jalan.
"Kalau dilihat dari isinya, mungkin ada benarnya. Tapi, kalau orang-orang tidak jalan (kaki) atau berhenti di sini, ya kemungkinan tidak membaca karena posternya kecil," katanya.
Poster senada juga ditemukan di simpang empat Panggung. Poster yang terpasang di perempatan yang cukup sibuk itu berbunyi "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara". Hanya saja, kata "negara" dicoret dan dikoreksi menjadi "sesama".
Poster lain juga muncul di Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan. Berbeda dengan poster lain, poster yang terpasang di pintu besi itu mempersoalkan penanganan pemerintah terhadap kritik dari masyarakat.
"Kinerjanya yang diperbaiki, bukan kritiknya yang dibatasi," demikian bunyi poster tersebut.
Menurut salah satu juru parkir yang bertugas di depan pintu besi itu, Mardi, poster tersebut sudah terpasang sekitar seminggu yang lalu.
"Biasanya malam hari jadi tidak ada yang tahu," kata pria sepuh yang bekerja sambilan sebagai tukang becak itu.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Solo, Arif Darmawan mengaku belum mendapat laporan dari warga terkait poster-poster tersebut.
"Kita tidak lihat isinya apa. Kalau mengotori ya kita lepas. Tapi poster itu susah sekali dibersihkan. Biasanya kita timpa langsung dengan cat," katanya.
Ia menjelaskan, coretan maupun tempelan di dinding di ruang publik yang tidak berizin termasuk vandalisme. Merujuk Peraturan Daerah (Perda) Kota Solo nomor 10 tahun 2015 tentang Lingkungan Hidup, vandalisme diancam hukuman 3 bulan kurungan atau denda maksimal Rp 50 juta.
"Kalau ada izin atau dilakukan di tempatnya ya silakan saja. Seperti di Jalan Gatot Subroto atau di Parapet Bengawan Solo kan tidak kita hapus," katanya.
Ia juga mengatakan Satpol PP tidak akan menghapus mural atau poster yang dipasang di properti pribadi jika mendapat persetujuan dari pemilik.
"Kecuali kalau isinya sudah mengarah ke pornografi atau meresahkan masyarakat, itu kita tindak," katanya.
Satpol PP Kota Solo pernah menghapus sejumlah grafiti di sejumlah tembok. Salah satunya bertuliskan "Orang Miskin Dilarang Sakit". Ada pula grafiti berbunyi "Indonesiaku Lagi Sakit".
![]() |