YLBHI Soroti DPR Hapus 5 Kekerasan Seksual di RUU TPKS
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyebut masih ada ketimpangan hukum dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Asfina mengatakan, RUU versi Baleg DPR RI tersebut mengurangi tindak pidana kekerasan seksual yang sebelumnya dengan rinci dijabarkan dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
"Sebenarnya dalam RUU TPKS diatur tentang penegakan hukum, tapi kalau tindak pidananya dikurangi, ya pasti enggak komprehensif terhadap penindakan pelaku kekerasan seksual," kata Asfina saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (7/9).
"Pada akhirnya masih ada ketimpangan atau ketidakadilan dalam menindak pelaku kekerasan seksual," sambung dia.
Ia menjelaskan, RUU TPKS memangkas bentuk-bentuk kekerasan seksual. Sebelumnya dalam RUU PKS, ada 9 bentuk kekerasan seksual serta bentuk pemidanaan terhadap masing-masing kategori kekerasan seksual tersebut.
Namun dalam RUU TPKS, bentuk kekerasan seksual dipangkas menjadi 4 kategori yaitu pelecehan seksual, pemaksaan alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan eksploitasi seksual.
Draf terbaru tersebut luput memasukkan kategori eksploitasi seksual, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, serta penyiksaan seksual, yang sudah secara rinci dibahas dalam RUU PKS.
Asfina juga menegaskan penghapusan kategori kekerasan seksual akan membuat korban tidak memiliki kepastian hukum. Padahal seharusnya mereka bisa mendapat kepastian hukum lewat RUU PKS.
"Akan ada kejahatan yang tidak ada pasalnya, artinya pelaku bebas. Padahal kasus-kasus di lapangan menunjukkan ada kejahatan-kejahatan ini yang berulang, korban yang mengalami bentuk kekerasan seksual yang hilang tidak memiliki kepastian hukum," ujar Asfina.
Sebelumnya LBH Jakarta telah memberikan sejumlah catatan penting terhadap draf RUU TPKS.
Catatan kritis tersebut menyoroti penghilangan asas dan tujuan pembentukan RUU PKS, tidak ada tindakan pidana pada kekerasan berbasis gender online (KBGO), hingga arah upaya pencegahan kekerasan seksual yang dinilai tidak komprehensif.
RUU TPKS juga dikritik oleh Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) karena menghilangkan elemen kunci dalam upaya penghapusan kekerasan seksual. RUU TPKS juga dinilai tidak berorientasi pada upaya pencegahan hingga pemulihan korban kekerasan seksual, namun hanya fokus pada penindakan.
(mln/ain)