FSPA Jadi Solusi Masalah Limbah Rumah Tangga di DKI
Permasalahan sampah masih jadi pekerjaan rumah bagi DKI Jakarta. Hal itu sebagaimana laporan terbaru dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Bandung (ITB) terkait komposisi sampah di DKI Jakarta.
Dalam Laporan yang diambil melalui proses sampling di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang itu menyatakan bahwa 45.5 persen sampah yang dibuang di lokasi ini adalah sampah makanan, atau sampah rumah tangga.
Angka ini dirasa tidak mengejutkan mengingat jumlah penduduk DKI Jakarta yang mencapai 10.6 juta, dan 30 juta orang di Jabodetabek, pada 2020.
Penduduk Jakarta dan sekitarnya menyumbang lebih dari 14.000 meter kubik sampah rumah tangga ke TPST Bantar Gebang dan 8 pembuangan akhir lainnya. Data dari Dinas Lingkungan Hidup menyatakan bahwa jumlah timbulan sampah di TPST Bantar Gebang terus meningkat.
Tercatat pada 2014, timbulan sampah di TPST Bantar Gebang adalah 5.665 ton per day (tpd) dan meningkat menjadi 7.424 tpd pada 2020, atau naik 30 persen dalam 5 tahun. Prediksi dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, TPST Bantar Gebang akan mengalami kelebihan muatan tahun ini.
Menanggapi isu tersebut, pemerintah terus bergerak. Melalui Peraturan Pemerintah No. 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, setiap orang diwajibkan untuk melakukan pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Pengurangan sampah yang dirujuk dalam peraturan ini termasuk pembatasan timbunan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan Kembali sampah. Sedangkan penanganan sampah yang dimaksud meliputi pemilahan menjadi lima kategori, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru-baru ini mengumumkan pembangunan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) untuk mengurangi sampah rumah tangga. FPSA mengolah sampah melalui perubahan bentuk, komposisi, karakteristik dan jumlah menggunakan teknologi pengolahan sampah yang tepat guna, teruji, dan ramah lingkungan.
Teknologi yang digunakan pada FPSA memungkinkan fasilitas ini ditempatkan di dekat pemukiman warga. Pentingnya pengelolaan sampah di dekat pemukiman adalah untuk mengurangi tumpukan sampah yang menjadi permasalahan sampah mendasar di Jakarta.
Perumda Sarana Jaya saat ini mendapat tugas dari Pemprov DKI Jakarta untuk membangun FSPA di dalam kota. Pada tahap awal, Sarana Jaya akan membangun FPSA Tebet di lahan relokasi depo sampah Taman Honda Tebet.
FPSA ini direncanakan sesuai dengan peruntukkan tata ruang yang dapat diakses publik dan terintegrasi dengan area publik, rekreasi edukasi, berolahraga, dan ruang terbuka hijau.
"FPSA Tebet tidak hanya menjadi solusi untuk pengelolaan sampah ramah lingkungan dan bertanggung jawab tapi untuk mendukung kebutuhan masyarakat akan fasilitas ruang terbuka hijau," kata Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Agus Himawan.
Untuk mendukung rencana integrasi ini, FPSA Tebet akan menggunakan teknologi pengelolaan sampah ramah lingkungan, yakni dengan alat pemusnah sampah Hydrodrive, yang digunakan di beberapa negara maju seperti Jepang, Australia, dan Austria.
Data dari Eurostat menunjukkan di 2019, tren penggunaan teknologi alat pemusnah sampah Hydrodrive terus meningkat sejak 1995 sampai 2019, dimana peningkatan dari 12 persen menjadi 27 persen penggunaan insinerator.
Selama 25 tahun itu tercatat lebih dari 1 miliar ton sampah di Eropa yang berhasil dimusnahkan dengan teknologi alat pemusnah sampah Hydrodrive. Teknologi ini mampu mengurangi residu sampah hingga tersisa hanya 10 persen dan efisien dari segi operasional.
"Dengan begitu, FPSA Tebet dapat memastikan kenyamanan, kebersihan dan kesehatan masyarakat sekitar dan mitigasi risiko bau, asap, bising, dan banjir," tutup Agus.
(osc)