Mangkrak 11 Tahun, Ratifikasi Antipenghilangan Paksa Didorong

CNN Indonesia
Rabu, 13 Okt 2021 01:50 WIB
Jokowi diingatkan untuk mengeluarkan izin Ratifikasi Konvensi Anti Pengilangan Paksa yang sudah mangkrak selama 11 tahun.
Ilustrasi penghilangan orang secara paksa. (Foto: Istockphoto/FlyMint Agency)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan izin Prakarsa untuk Ratifikasi Konvensi Antipenghilangan Paksa yang mangkrak selama 11 tahun.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS Tioria Pretty mengatakan izin itu harus segara dilakukan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Ratifikasi Konvensi Antipenghilangan Paksa bisa segera disusun.

"Sampai sekarang ini yang kami nantikan Presiden ngeluarin izin prakarsanya. Karena kalau izin prakarsanya keluar, Kemenkumham dan Kemlu bisa melanjutkan penyusunan RUU ratifikasinya itu," kata perempuan yang akrab disapa Pretty kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pretty menjelaskan tahun ini adalah momentum yang pas bagi ratifikasi. Jika ditunda sampai tahun depan, ia memperkirakan para pihak akan sibuk dengan persiapan pemilu 2024.

Terlebih, berdasarkan peta politik tahun ini, Jokowi masih mempunyai kekuatan untuk mengarahkan parlemen agar ratifikasi cepat dilakukan setelah keluar izin prakarsa tersebut.

"Kalau saat ini kan kondisi politiknya kita tahu di parlemen itu kan lagi koalisinya Jokowi. Jadi apapun yang kalau misalnya Jokowi keluarkan, mayoritas parlemen itu enggak bakal menentang Jokowi," ungkapnya.

"Nah ini tapi akan segera berubah karena sebentar lagi kita akan masuk ke 2024. Dari sebelumnya 2022, 2023 itu mereka udah mulai berubah lagi tuh peta politik dan koalisinya," imbuhnya.

Jalan Panjang Ratifikasi

Pretty mengatakan Ratifikasi Konvensi Antipenghilangan Paksa telah melalui jalan yang panjang. Pada 2009, Pansus DPR untuk orang hilang 1997-1998 dibentuk dan menghasilkan 4 rekomendasi.

"Sebagai komitmen orang Indonesia dan jaminan ketidakberulangan penghilangan paksa di Indonesia," kata dia.

Pada 28 September 2010, Marty Natalegawa yang menjabat sebagai Menlu saat itu menandatangani Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Setelah penandatangan itu, seharusnya Indonesia meratifikasi konvensi tersebut.

Tahun 2013, konvensi itu masuk ke DPR Komisi I. Namun, Komisi I, kata Pretty, mengatakan belum bisa melanjutkan pembahasan. Sehingga, pembahasan ditunda.

"Enggak jelas ditundanya sampai kapan. Enggak ada kabar itu dari DPR. DPR udah berganti dua kali, di 2014 dan 2019. Walaupun berganti dua kali juga masih belum ada kabar," kata Pretty.

Pretty berkata, sampai saat ini pihaknya masih mendesak agar ratifikasi segera dilakukan. Sebab, ia khawatir penghilangan paksa terus berulang.

Berdasarkan catatan KontraS dan koalisi sipil, pada aksi #ReformasiDikorupsi tahun 2019 saja terdapat 390 pengaduan data orang hilang. Mereka, kata Pretty, diduga ditangkap tanpa surat penangkapan.

"Karena kemudian enggak ada peraturan yang mengatur tentang kalau seandainya kepolisian tidak memberikan surat pemberitahuan penangkapan ke keluarga, kita enggak ada peraturan yang bener-bener memberi efek jera," ujarnya.

Meski tersisa dua bulan di 2021, Pretty optimistis ratifikasi bisa dikejar karena prosesnya tak serumit menyusun dan mengesahkan Undang-Undang. Terlebih, Pretty mengatakan, Kenkumham telah berjanji akan meratifikasi konvensi tersebut sebelum 2021 berakhir.

"Kita mendesak mereka untuk ratifikasi konvensi itu secepatnya. kita enggak pernah bilang 10 Desember ya. justru mereka Kementrian sendiri yang saat itu audiensi itu mereka bilang," ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Instrumen HAM, Timbul Sinaga menyebut pihaknya akan meratifikasi konvensi sebelum 10 Desember 2021.

"Harapan kita pembahasannya dapat segera dimulai, sehingga sebelum atau saat 10 Desember tahun ini, kita sudah meratifikasi konvensi tersebut," kata Timbul.

(yla/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER