Polda Jatim Tetapkan 3 Tersangka Pinjol Ilegal Surabaya
Polda Jawa Timur menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus pinjaman online (pinjol) ilegal PT DSI yang berkantor di Jalan Raya Satelit Indah, Sukomanunggal, Kota Surabaya. Kantor ini sebelumnya digerebek kepolisian pada Jumat (22/10) lalu, belasan orang diamankan.
Kini tiga orang yang ditetapkan tersangka itu yakni APP (27) seorang warga Surabaya, dan ASA (31) serta RH (28) asal Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ketiganya bertugas sebagai desk collection atau penagih.
Lihat Juga : |
Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta mengatakan pengungkapan kasus ini bermula dari laporan dua orang debitur yang mengaku mendapatkan pesan ancaman dari perusahaan penagih PT DSI.
"Pelapor atas nama M yang bersangkutan melakukan pinjaman sebesar Rp1,8 juta pada aplikasi Rupiah Maju. M ini melakukan pinjaman pada tanggal 21 September [2021] dan sudah lunas," kata Nico Senin (25/11).
"Sekali lagi sudah lunas pada tanggal 7 Oktober 2021. Namun pada saat 7 Oktober melunasinya itu, menerima juga saudara M ini, ancaman," tambahnya.
Nico mengatakan ancaman itu dikirim ke WhatsApp M secara terus menerus. Tersangka mengancam akan menyebarkan foto dan KTP korban bila tidak segera membayarkan utangnya di pinjol.
Karena merasa terancam padahal sudah melunasi tagihan, M kemudian melaporkan kejadian ini ke Polda Jatim. Polisi pun akhirnya menangkap APP pada 16 Oktober. Tersangka mengaku bekerja untuk PT DSI.
Sementara laporan kedua dilayangkan oleh korban B. Pada Desember 2020, B meminjam uang pada aplikasi pinjaman online Rupiah Merdeka, dengan nilai Rp3 juta.
Tiga bulan berikutnya atau Februari 2021, B sudah melunasi pinjamannya. Tetapi, pada Juli 2021, B tetap ditagih oleh nomor tak dikenal. Pelaku juga mengancam akan menyebarkan foto dan KTP korban.
"Akhirnya B membuat laporan polisi di Polda Jawa Timur, kemudian tim melakukan pemeriksaan. Dan pada tanggal 15 Oktober 2021, tim menangkap dua tersangka. Satu inisial RH alias A, yang kedua ASA. A ditangkap di Bogor dan ASA ditangkap di Surabaya," ucapnya.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka pun terancam jeratan pasal 27, 29 dan 45 undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
(frd/pmg)