Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pasal kebal hukum dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Covid-19 inkonstitusional.
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera mengatakan bahwa pasal impunitas dalam Perppu Corona telah bermasalah sejak awal. Dia menilai pasal impunitas dalam Perppu itu seolah-olah tak berkedudukan sama di mata hukum.
"PKS bahagia dengan keputusan MK. Karena sejak awal PKS menolak Perppu corona ini. Khususnya bab impunitas," kata Mardani kepada CNNIndonesia.com, Jumat (29/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mardani menyoroti Pasal 12 Ayat 2 dalam Perppu yang menyatakan, perubahan postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Menurut dia, pasal itu menghilangkan kewenangan DPR, sehingga membuat APBN berpotensi tidak diatur dalam undang-undang atau peraturan lain yang setara. Padahal, katanya, UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, telah menyatakan, kedudukan dan status APBN adalah UU yang ditetapkan setiap tahun.
PKS juga menyoroti pasal 27 ayat 2 yang menyatakan, anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, hingga Otoritas Jasa Keuangan yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu corona tidak dapat dituntut.
Pasal yang dinilai impunitas atau kebal hukum itu menurut MK inkonstitusional. Mardani mengatakan, pihaknya sejak awal mendorong agar pemerintah mengganti Perpu Nomor 1 Tahun 2020.
Diketahui, MK dalam amar putusannya mengabulkan sebagian gugatan materiil terkait Perppu Nomor 1 Tahun 2020, yakni pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) yang berkaitan dengan imunitas atau kekebalan pemerintah. MK menilai ketentuan dalam pasal itu berpotensi memberikan hak impunitas dalam penegakan hukum.
MK mengubah Pasal 27 ayat (1) menjadi:
"Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan".
Sementara, MK tidak mengubah satu pun frasa dalam ayat 2, sebab dalam ayat tersebut sudah ada perubahan di dalam ayat (1) yang otomatis berimplikasi pada ayat (2).
(thr/ain)