Gaduh PDIP-Demokrat Bandingkan Jokowi-SBY Hingga JK Buka Suara
Kritikan Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, yang membandingkan pemerintahan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo menuai perdebatan, terutama dari kubu Partai Demokrat.
Hasto sempat menyindir dua periode pemerintahan SBY hanya disibukkan dengan rapat tanpa ada pengambilan keputusan yang berarti.
Sementara itu, Hasto menganggap kepemimpinan Jokowi yang menginjak tahun ketujuh ini terus mendapat pujian.
"Pak Jokowi punya kelebihan dibanding pemimpin yang lain. Beliau adalah sosok yang turun ke bawah, yang terus memberikan direction, mengadakan ratas (rapat kabinet terbatas) dan kemudian diambil keputusan di rapat kabinet terbatas," kata Hasto dalam keterangannya, Kamis (21/10).
"Berbeda dengan pemerintahan 10 tahun sebelumnya, terlalu banyak rapat tidak mengambil keputusan," ucapnya menambahkan.
Sindiran Hasto terhadap SBY dibarengi dengan sederet pujian kepada Jokowi. Menurutnya, Jokowi berhasil dalam setiap agenda rapat termasuk pengambilan keputusan antara pusat dan daerah.
Kritik Hasto itu dibantah keras oleh Partai Demokrat yang menilai Hasto salah sasaran jika mengkritik SBY.
Wasekjen Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan Presiden Jokowi bisa membangun Indonesia juga karena warisan yang ditinggalkan SBY.
"Jadi kenapa Pak Jokowi bisa bangun dengan gaya, dengan tanda kutip, pada hari ini? Itu karena warisan SBY yang luar biasa," kata Jansen dalam sebuah video yang di cuitkan oleh politikus Demokrat Rachland Nashidik di aku Twitternya @rachlannashidik.
Sementara itu, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani turut melayangkan kritik balik kepada Jokowi, yang dinilai terlalu banyak menggelar rapat, bahkan bisa empat sampai lima kali dalam sepekan.
"Kalau zamannya Pak Jokowi, semua soal dirapatkan. Jadi dalam seminggu rapatnya bisa empat sampai lima kali," kata Kamhar kepada CNNIndonesia.com, Jumat (22/10).
"Karenanya mengutip dan memodifikasi yang lagi viral dan kekinian di media sosial 'Hei Hasto, Bangun, ko tidor terlalu miring, bangun. Nanti ko pe otak juga ikutan miring'," tambah Kamhar.
Silang pendapat tersebut membuat Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK buka suara. Sebab, JK pernah menjadi wakil presiden baik di era SBY maupun Jokowi.
JK berkata sejumlah keputusan penting di era SBY justru lahir dalam rapat-rapat tersebut.
Salah satu yang krusial krusial, menurut JK, keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 126 persen demi mengurangi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2005.
"Zaman SBY beberapa keputusan penting diambil dalam rapat, seperti mengurangi defisit APBN tahun 2005 dengan menaikkan harga BBM sebesar 126 persen, terbesar dalam sejarah, tanpa demo karena langsung dibarengi dengan BLT [bantuan langsung tunai]," kata JK dalam keterangannya, Jumat (29/10).
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu pun turut membeberkan keputusan-keputusan besar lain yang diambil SBY seperti konversi minyak tanah ke LPG hingga berbagai keputusan di bidang sosial ekonomi untuk mengatasi krisis ekonomi 2008-2009.
Keputusan-keputusan yang diambil SBY saat itu, kata JK, mampu membuat Indonesia mampu bertahan dari krisis ekonomi.
Selain soal ekonomi, JK juga mengatakan keputusan pemerintahan SBY soal penyelesaian konflik di Aceh menjadi salah satu yang penting hingga dapat menjaga kesatuan Republik Indonesia saat ini.
JK juga menyinggung bahwa pemerintahan SBY dan Jokowi mengambil keputusan dan cara rapat yang jumlahnya hampir sama setiap tahun.
"Hal yang sama pada zaman Pak Jokowi periode pertama dan kedua," ucap JK.
(cfd/rds)