Mahasiswa, dosen, dan guru besar Universitas Indonesia (UI) kembali menggelar unjuk rasa di Taman Rotunda, Kampus UI, Depok, Jumat (12/11), mendesak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI, dicabut.
Perwakilan massa aksi sekaligus dosen Ilmu Politik UI, Reni Suwarso mengatakan, aksi dilakukan oleh massa yang tergabung dalam Aliansi Pendukung #batalkanStatutaUI.
"Ini adalah kesempatan terakhir yang diberikan kepada Rektor & Ketua MWA untuk menjelaskan duduk perkara PP 75/21 Statuta UI," kata Reni dalam keterangan resminya yang sudah dikonfirmasi, Jumat (12/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Reni menjelaskan sudah dua kali pihaknya menggelar aksi demonstrasi menolak Statuta UI tersebut. Bahkan, ia mengatakan pihaknya sudah mengirimkan sejumlah surat, puluhan kali telepon hingga pesan singkat kepada Rektor UI dan Ketua MWA UI. Namun, mereka tidak kunjung berani menemui mahasiswa.
"Para penguasa saat ini memang 'mbudeg' atau tidak mau mendengar, walaupun mereka paham bahwa ada masalah yang harus direspon," kata dia.
Reni menjelaskan bahwa Rektor UI Ari Kuncoro telah bertindak semena-mena untuk memuluskan proses terbitnya PP 75/21 tentang Statuta UI.
Ia mencontohkan bahwa Warek Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Rosari Saleh dipecat tanpa alasan, tanpa mengikuti prosedur dan melanggar berbagai peraturan perundangan. Usai memecatnya, Rektor UI kemudian menunjuk Abdul Haris menggantikan Rosari Saleh.
"Keputusan PTUN dan PT TUN yang menolak perkara yang diajukan Rosari Saleh hanya terkait masalah batas waktu penyerahan berkas, sedangkan pokok perkaranya mengenai pemecatan belum diperiksa sama sekali. Jelas ada ada kesalahan dalam menerapkan hukum," kata dia.
Sebelumnya, BEM UI dan sivitas akademika UI sempat menggelar aksi untuk mencabut Statuta UI pada 22 Oktober 2021 lalu.
Mereka menilai Statuta UI bernuansa otoriter dan sentralistik. Sebab, memberi Rektor kewenangan sangat besar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kegiatan akademik, dengan cara menghapus good university governance.
Salah satu poin yang mereka tolak dalam Statuta UI itu yakni Pasal 41 ayat 5 di mana Rektor berhak mengangkat dan/atau memutuskan jabatan akademik, termasuk jabatan fungsional Peneliti, Lektor Kepala, dan Guru Besar. Aturan ini tidak diamanatkan Undang-Undang No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Mereka menilai pihak yang berwenang memberikan atau mencabut gelar kehormatan, gelar akademik, dan penghargaan akademik berdasarkan pertimbangan Senat Akademik saja yang semula menjadi kewenangan Dewan Guru Besar sebagai panel kepakaran.
(rzr/wis)