Jakarta, CNN Indonesia --
Terdakwa pemerkosa belasan santri di bawah umur, Herry Wirawan, dituntut hukuman mati dalam sidang yang digelar di PN Kelas IA Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1).
Selain hukuman mati, dalam sidang itu jaksa juga menuntut Herry dengan pidana tambahan berupa kebiri kimia.
Hal itu disampaikan jaksa penuntut umum yang juga Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Asep N Mulyana di Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asep menerangkan tuntutan yang diberikan kepada terdakwa Herry mengacu kepada Pasal 81 ayat 1 ayat 3 dan 5 juncto Pasal 76 huruf D UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.
"Dalam tuntutan kami, pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati, sebagai bukti dan komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku atau pihak lain yang akan melakukan kejahatan," kata Asep di Bandung, Selasa.
Sebagai informasi, pada Pasal 81 ayat (1) tersebut sanksi berupa pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
Kemudian, dalam Pasal 81 ayat (2), persetubuhan yang dilakukan dengan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, juga di ancam dengan pidana yang sama.
Lalu, dalam Pasal 81 ayat (5), hal tindak pidana persetubuhan atau perkosaan tersebut menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Selain itu, berdasarkan Pasal 81 ayat (6) pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, dan berdasarkan Pasal 81 ayat (7) pelaku juga dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Baca halaman selanjutnya penjelasan tentang tuntutan tambahan pidana kebiri kimia bagi Herry.
Asep juga menyatakan pihaknya meminta kepada majelis hakim untuk mengumumkan identitas terdakwa dan disebarkan kepada masyarakat. Selain itu, hukuman tambahan berupa tindakan kebiri kimia.
Hal itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
Hal itu menjadi dasar penegak hukum dalam menjalankan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Di sana diatur bahwa sanksi berupa tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, tidak lain adalah untuk mencegah, mengatasi terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, dan memberi efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak, sehingga pelaku akan berpikir panjang untuk melakukan hal tersebut.
Sebagai catatan, sanksi atau hukuman berupa kebiri kimia berbeda dengan kebiri fisik. Kebiri fisik sudah dilakukan sejak zaman dahulu dengan cara memotong penis atau mengambil testis pada manusia atau binatang. Sedangkan kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain, dengan maksud untuk menurunkan hasrat seksual dan libido pada seseorang.
Tindakan kebiri kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi dikenakan terhadap pelaku persetubuhan atau perkosaan terhadap anak, diberikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang dilaksanakan atas perintah jaksa setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial dan kesehatan.
Tindakan kebiri kimia adalah tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dalam bentuk gelang elektronik dikenakan kepada pelaku persetubuhan, dan pelaku perbuatan cabul terhadap anak, diberikan paling lama 2 (dua) tahun.
Sedangkan kepada pelaku perbuatan cabul terhadap anak, diberikan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dalam bentuk gelang dan rehabilitasi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang juga dilaksanakan atas perintah jaksa setelah berkoordinasi dengan dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial dan kesehatan.
Bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, selain diberikan sanksi kebiri kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi, juga diberikan sanksi berupa pengumuman identitas pelaku.
Pengumuman Identitas Pelaku
Pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak dilakukan selama 1 (satu) bulan kalender melalui papan pengumuman, laman resmi kejaksaan, dan media cetak, media elektronik, dan/atau media sosial.
JPU yang juga Kajati Jawa Barat Asep N Mulyana mengungkapkan terdakwa Herry Wirawan memakai simbol agama dan pendidikan untuk memanipulasi para korban di bawah umur. Oleh karena itu, pihaknya menuntut hukuman mati dan hukuman kebiri serta ganti rugi untuk korban terhadap terdakwa.
"Alasan pemberatan memakai simbol agama, pendidikan untuk memanipulasi dan menjadikan alat justifikasi bagi terdakwa untuk melakukan niat jahat dan melakukan kejahatan ini yang membuat anak terpedaya karena manipulasi agama dan pendidikan," katanya.
Selain itu, Asep mengungkapkan, perbuatan terdakwa menimbulkan dampak luar biasa keresahan sosial.
Kemudian, perbuatan terdakwa berpotensi menimbulkan korban ganda menjadi korban kekerasan seksual dan korban ekonomi fisik yang menimbulkan dampak sosial berbagai aspek.