Rencana Amandemen UUD, JAKI Dorong Pembentukan Badan Partisipasi Warga
Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) mengusulkan masyarakat sipil untuk terlibat secara langsung rencana amandemen kelima UUD 1945 oleh MPR RI yang ditargetkan rampung pada 2022.
Koordinator Eksekutif JAKI Yudi Syamhudi Suyuti mengatakan partisipasi masyarakat sipil harus mendapatkan saluran dalam sebuah badan formal untuk ditetapkan melalui ketetapan MPR.
"Dalam hal ini kami dari perwakilan kelompok masyarakat sipil, mengusulkan ditetapkannya Badan Partisipasi Warga sebagai Badan Tetap yang berada di MPR atau paling tidak menjadi Ketetapan MPR atau TAP MPR," ujarnya, Selasa (11/1).
Yudi menuturkan usulan tersebut merupakan bentuk kekuatan rakyat atau people power yang diformalkan secara legal dalam struktur negara.
Hal tersebut, kata dia, tidak terlepas dari lahirnya kekuatan kelima demokrasi, yaitu kekuatan rakyat setelah empat kekuatan pilar demokrasi sebelumnya yang terdiri dari eksekutif, legislatif, yudikatif dan media massa. Keempat kekuatan demokrasi tersebut telah memiliki saluran lembaga formal, termasuk pers melalui Dewan Pers.
Dia memaparkan, amandemen konstitusi telah diatur pada Pasal 37 UUD 1945 hasil amandemen dan Peraturan MPR RI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR RI di Pasal 101 sampai dengan Pasal 109.
Di dalam Pasal 37 UUD 1945, lanjutnya, secara umum membahas tentang perubahan UUD. Dalam pasal tersebut, UUD dapat diubah jika sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dihadiri minimal 2/3 dari jumlah anggota MPR.
Adapun, di dalam Peraturan MPR RI Nomor 1, usulan perubahan konstitusi harus diusulkan setidaknya 1/3 dari keseluruhan anggota MPR yang terdiri dari DPR dan DPD.
Menurutnya, tidak semua suara rakyat sepenuhnya diserahkan kepada MPR sebagai pengusul rencana amandemen tersebut.
Pihaknya khawatir akan menjadi preseden buruk jika perubahan konstitusi tidak melibatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan rakyat di Indonesia.
Selama ini, kata dia, sebagian besar rakyat Indonesia kurang percaya terhadap lembaga parlemen. Sehingga, keterlibatan rakyat tersebut akan mendorong kepercayaan kembali pada lembaga parlemen, jika rakyat dilibatkan dalam proses amandemen konstitusi.
"Tentu kami dari kelompok masyarakat sipil selalu bertindak atas dasar konstitusi dan hukum yang berlaku, sehingga tindakan ekstra judisial bukan pilihan jalan yang akan kami lalui dalam mengikuti proses perubahan konstitusi," ujarnya.
Di Tangan Rakyat
Dia menjelaskan, pintu masuk keterlibatan masyarakat sipil yang merupakan wakil sosial atau inisiatif warga negara ini terhubung ke MPR melalui Pasal 3 UUD 45 ayat 1, yang menyebut (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
Adapun dalam UUD yang telah diamandemen menyebutkan dalam Pasal 1 ayat 2, "Kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut UUD."
Dalam konstitusi aslinya, Pasal 1 ayat 2 UUD 45 menyebut, "Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat."
"Dari kedudukan politik rakyat ini, keterlibatan rakyat warga negara untuk terlibat dalam amandemen konstitusi ini tentu salurannya adalah melalui MPR. Dimana hak MPR dalam merubah UUD telah dinyatakan dalam Pasal 3 UUD," ujarnya.
Seperti diketahui, rencana amandemen ke 5 konstitusi ini memiliki beberapa perubahan, yaitu perubahan secara terbatas atau perubahan secara menyeluruh. Keduanya ini merupakan pintu yang konstitusional, jika rakyat dilibatkan dalam proses perubahan mendasar tersebut.
Lihat Juga : |
Usulan JAKI selaku perwakilan masyarakat sipil, kata dia yaitu ditetapkannya Badan Partisipasi Warga sebagai saluran langsung suara rakyat warga melalui TAP MPR sesuai UUD.
Menurutnya, dengan adanya badan tersebut rakyat bisa secara langsung ikut terlibat dalam keputusan-keputusan Negara, dan mampu memberikan sanksi serta resolusi yang nanti diatur melalui mekanisme yang disepakati bersama.
Dia menjelaskan, nantinya, Badan Partisipasi Warga tersebut akan menjadi kekuatan rakyat sebagai Kekuatan kelima demokrasi. Dengan adanya Badan Partisipasi Warga, lanjutnya, saluran suara rakyat warga memiliki tempatnya.
Dihubungi secara terpisah, Peneliti Populi Center Usep S. Ahyar mengatakan partisipasi masyarakat sipil dalam rencana amandemen tersebut diperlukan dan harus dilibatkan.
"Jangankan amandemen UUD, penyusunan UU saja warga sipil harus dilibatkan dan memang biasa dilibatkan, tentunya melalui legal formal yang harus dipenuhi," ujarnya.
Usep menuturkan keterlibatan warga sipil dalam rencana amandemen UUD 1945 menjadi bagian dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Dalam rencana amandemen tersebut, pihaknya telah bertanya kepada berbagai kalangan masyarakat. Hasilnya ada yang setuju dan ada juga yang skeptis.
Dia memberi contoh, masyarakat yang setuju adanya rencana amandemen UUD tersebut sebagian besar terkait isu perluasan kewenangan DPD RI, pencalonan presiden tidak harus dari kalangan partai.
"Nah isu lain yang masyarakat tidak setuju adanya poin-poin perubahan UUD yakni terkait pembahasan masa perpanjangan jabatan presiden tiga periode," ujarnya.
Dia menambahkan, rencana amandemen UUD tersebut jangan sampai menjadi kepentingan segelintir pihak yang sengaja ingin mengutak-atik konstitusi yang menguntungkan kelompok tertentu.
(asa/asa)