MAKI Heran KPK dan Hakim Tolak Ajuan JC Robin Pattuju

CNN Indonesia
Jumat, 14 Jan 2022 04:30 WIB
Menurut Koordinator MAKI, KPK dan hakim seharusnya mengabulkan ajuan justice collaborator dari eks penyidik KPK Robin Pattuju karena relevan.
Terdakwa mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (tengah) di Pengadilan Tipikor Jakarta. (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim yang menolak permohonan atau justice collaborator (JC) yang diajukan eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Stepanus Robin Pattuju.

"Saya juga tidak puas, karena JC yang terkait dengan pengungkapan Robin kepada pihak lain itu kemudian ditolak karena dianggap tidak relevan," kata Boyamin saat dihubungi, Kamis (13/1).

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebelumnya menolak JC yang diajukan Robin. Hakim menilai permohonan Robin untuk mengungkap peran komisoner KPK Lili Pintauli Siregar dan pengacara yang terlibat, Arief Aceh dalam kasus Tanjung Balai tidak relevan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Boyamin tak sependapat dengan penilaian hakim. Menurut dia, JC yang diajukan Robin sangat relevan dalam perkara ini, karena menyangkut orang yang sama, yakin eks Wali Kota Tanjung Balai M. Syahrial.

"Padahal menurut saya itu sangat relevan JC itu, karena menyangkut orang yang sama, yaitu Walikota Tanjung Balai Syahrial yang ingin lepas dari jeratan hukum dugaan jual beli jabatan," ujar Boyamin.

Menurut dia, selama proses hukum berjalan, terungkap bahwa Syahrial menghubungi beberapa pihak selain Robin. Bahkan, Lili juga sempat menghubungi Syahrial.

Dewan Pengawas KPK juga sudah menyatakan bahwa Lili melanggar kode etik karena berkomunikasi dengan Syahrial yang tengah berperkara di lembaga antirasuah itu.

"Bu Lili dinyatakan bersalah melanggar kode etik berat karena komunikasi dengan Syahrial, bahkan diduga memperjuangkan honor atau gaji adik iparnya yang belum terbayar di PDAM," kata dia.

"Jadi menurut saya itu sangat relevan antara JC yang diajukan oleh Robin, karena ini diduga mengungkap pihak lain yang juga membantu Syahrial," imbuhnya.

Menurut Boyamin, dengan vonis bersalah yang dijatuhkan kepada Robin, seharusnya bisa membuka peluang untuk menyelidiki peran dari pihak-pihak lainnya. Ia menganalisa, Robin tidak mungkin bermain sendiri dalam kasus ini.

"Analisa saya, Robin bisa berani bantu Syahrial karena ada pihak lain yang berkomunikasi, yang diduga juga berkomunikasi dengan Syahrial, sehingga Robin berani melakukan pelanggaran hukum dengan bantu Syahrial," tutur Boyamin.

Namun, Boyamin menduga KPK enggan menindaklanjuti itu, atau setidaknya mestinya pada posisi KPK secara independen bisa menghadirkan Lili untuk menjadi saksi di pengadilan. Menurut dia, apabila Lili tidak terbukti secara hukum, hal itu juga akan membersihkan nama Lili.

"Bisa aja Bu Lili jadi bersih namanya, tapi nyatanya tidak pernah dihadirkan sebagai saksi di pengadilan Robin," katanya.

Pengadilan Tipikor sebelumnya menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara terhadap Robin. Hakim menilai Robin terbukti bersalah karena menerima suap sebesar Rp11.025.077.000 dan USD36 ribu atau setara Rp11,538 miliar. Suap tersebut Robin terima guna mengakali lima kasus korupsi di KPK.

Usai sidang, Robin berencana berkoordinasi dengan MAKI untuk melengkapi data-data terkait laporan ke Kejaksaan Agung. Lili sebelumnya dilaporkan oleh MAKI atas dugaan melanggar Pasal 36 jo Pasal 65 Undang-undang KPK yang melarang pimpinan KPK berhubungan langsung/tidak langsung dengan pihak berperkara.

Laporan itu didasari pengakuan Robin yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap. Ia mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama. Ia membongkar keterlibatan Lili Pintauli dan pengacara bernama Arief Aceh alias Fahri Aceh.

(dmi/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER