Mantan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin menangis saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam kasus dugaan suap terkait penanganan perkara yang menjadikannya terdakwa.
Azis memulai pleidoi dengan menyampaikan curahan hati meliputi kilas balik hidupnya dan mengisahkan latar belakang keluarga di mana saat ini ia telah ditinggal oleh ayah dan ibunya yang meninggal dunia. Ia tersedu-sedu.
"Saya lahir dari pasangan almarhum Ayah saya yaitu Syamsuddin Rahim dan almarhumah Ibu saya yang sangat saya cintai yaitu Chosiah Hayum pada tanggal 31 Juli 1970 di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Jakarta," ujar Azis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (31/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
. Sebagai anak bungsu, dari lima saudara, yang salah satu kakak saya juga telah meninggal dunia, semasa hidup saya, saya selalu mengikuti ke mana Ayah saya pergi di mana beliau sebagai pegawai negeri di bank pemerintah," tambahnya.
Azis menuturkan rata-rata setiap tiga tahun sekali ayahnya selalu berpindah tempat dinas. Tercatat, Azis pernah mengikuti ayahnya berdinas dan menetap di Singkawang, Jember, Padang, dan Jakarta.
Setelah ayahnya mengakhiri masa tugas di Jakarta, Azis mengaku menjalani kehidupan yang sangat kontradiktif. Ia bahkan mengatakan pernah tinggal di Rumah Susun (Rusun) di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Saya harus tinggal sebagai anak pensiunan pegawai negeri, yang saya rasakan saya tinggal di rumah susun Tanah Abang Blok 6 lantai 2 nomor 4, 25A, Jakarta Pusat," imbuhnya.
Azis berujar pengalamannya yang berpindah-pindah tempat itu mengenalkannya dengan kehidupan yang 'keras'. Bahkan, ia mengaku sering menjadi korban perploncoan karena tidak bisa menggunakan bahasa daerah.
"Dan setiap 3 tahun saya selalu diplonco di berbagai daerah karena saya tidak bisa menggunakan bahasa daerah setempat sehingga saya harus diplonco dan tegar menghadapi," kata Azis.
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan maksud menceritakan kilas balik hidupnya bukan untuk pamer, tetapi ia ingin semua pihak mengetahui siapa dirinya sebenarnya.
"Saya mengutarakan kilas balik hidup saya ini bukan untuk memamerkan dalam sidang yang mulia ini, tetapi semata-mata untuk menunjukkan yang sebenarnya yang saya alami," katanya.
Azis dituntut dengan pidana empat tahun dua bulan penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsidair enam bulan kurungan. Tak hanya itu, jaksa juga menuntut hak politik Azis dicabut selama lima tahun.
Ia dinilai jaksa telah terbukti menyuap mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju dan seorang pengacara bernama Maskur Husain, dengan uang senilai Rp3.099.887.000,00 dan US$36.000.
(ryn/bmw)