Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua menuai beragam respons dari berbagai pihak, termasuk BPJS Watch dan Partai Amanat Nasional.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) sudah tepat. Ia juga mengakui aturan sebelumnya yang salah karena tidak selaras dengan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Diketahui, pasal 35 UU SJSN terdiri dari dua ayat yang berbunyi: JHT diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Kemudian, JHT diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia.
"Permenaker 19/2015 membolehkan pekerja ter-PHK dan sebulan kemudian ambil JHT. Itu tidak selaras dengan pasal 35 UU SJSN. Jadi, selama ini kita biarkan hal yang salah," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (12/2).
"Ini berarti, Permenaker Nomor 2/2022 mengembalikan isi pasal 35 secara lebih benar aturannya," lanjut Timboel.
Sementara itu, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menilai keputusan Menteri Ketenagakerjaan bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun, sama sekali tidak memudahkan masyarakat.
"Lengkap sudah penderitaan rakyat. Orang yang baru di-PHK atau dia sudah harus menggunakan jaminan pensiunnya itu bisa diambil ketika sudah usia 56 tahun," kata Ketua Umum KASBI, Nining Elitos, Jumat (12/2).
Nining juga mengungkapkan kebijakan mengenai JHT itu semakin memperjelas posisi pemerintah yang semakin mengeksploitasi manusia.
Penolakan terhadap aturan ini juga disampaikan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Presiden KSPI, Saiq Iqbal menyatakan pihaknya menolak jika dana JHT dipinjam pemerintah untuk pembangunan proyek-proyek mercusuar.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) juga mendapat respons dari Partai Amanat Nasional (PAN). Juru Bicara PAN, Dimas Prakoso Akbar mengatakan informasi seputar aturan baru uang Jaminan Hari Tua (JHT) hanya bisa dicairkan sepenuhnya di usia 56 tahun belum disampaikan dengan baik.
Menurutnya, kelompok buruh tidak akan ribut dalam merespons peraturan baru tersebut bila pemerintah sudah benar-benar melibatkan seluruh pemangku kepentingan sebelum menerbitkannya.
"Jika pihak Kemenaker mengklaim sudah melibatkan para stakeholder sebelum perubahan peraturan ini. Lantas mengapa para buruh dan pekerja saat ini ribut? Artinya, ada pihak yang merasa tidak terinformasikan dengan baik, tiba-tiba muncul peraturan baru," kata Dimas kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (12/2).
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Netty Prasetiyani, menilai aturan baru Kemnaker bahwa uang Jaminan Hari Tua baru bisa dicairkan sepenuhnya di usia pensiun yaitu 56 tahun mencederai kemanusiaan.
Ia meminta pemerintah segera mengkaji ulang serta mencabut aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) tersebut.
Sebelumnya, Menaker Ida Fauziyah merilis aturan baru pencairan dana JHT. Dalam aturan itu dana JHT baru dapat dicairkan saat pegawai berusia 56 tahun.
Ketentuan itu dalam Permenaker Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Dalam aturan dijelaskan manfaat JHT dibayarkan kepada peserta jika mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, meninggal dunia.
Selain itu, manfaat JHT juga berlaku pada peserta yang berhenti bekerja seperti mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja, dan peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
(fby/mik)