Empat orang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka kasus investasi bodong melalui aplikasi robot trading Viral Blast Global yang diduga merugikan nasabah hingga Rp1,2 triliun.
"Kami mendalami ada dugaan tindak pidana, undang-undang perdagangan dengan menggunakan skema ponzi atau piramida. Diperkirakan member-nya sudah mencapai 12.000 member dengan investasi sebesar Rp1,2 triliun," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan, kepada wartawan, di kantornya, Jakarta, Senin (21/2).
Tiga tersangka berinisial RPW, ZHP, dan MU berperan memberikan presentasi dan meyakinkan calon anggota bahwa tidak akan rugi berinvestasi di Viral Blast. Sementara, kata Whisnu, satu tersangka lainnya masih dikejar oleh penyidik kepolisian dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Dia menjelaskan kasus ini mencuat dalam beberapa waktu terakhir lantaran sejumlah member yang merasa dirugikan menduduki kantor aplikasi tersebut di Surabaya, Jawa Timur, dan meminta pertanggungjawaban.
Aplikasi ini bernaung dalam perusahaan PT Trust Global karya yang tak memiliki izin melakukan perdagangan bisnis robot trading. Selain itu, mereka juga menggunakan skema ponzi dalam beroperasi selama ini.
"Hasil kejahatan dinikmati bersama-sama oleh para penggurus VIral Blast dan affiliasinya," jelas Whisnu.
Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Kombes Robertus Yohanes De Deo Tresna Eka Trimana mengungkapkan perusahaan tersebut memasarkan produk e-book kepada anggotanya untuk digunakan trading.
Member yang bergabung diharuskan menyetorkan sejumlah uang sesuai paket yang ditawarkan untuk membeli e-book tersebut. Bonus yang dijanjikan setiap merekrut member baru sebesar 10 persen.
"Bonus untuk perekrutan dengan sistem Unilevel dengan total profit sharing 65 persen dari 20 persen keuntungan perusahaan," ucap dia.
Uang hasil penjualan tersebut dimasukkan ke dalam rekening exchanger yang telah ditunjuk untuk kemudian didistribusikan kepada pengurus aplikasi tersebut.
Diduga, mereka aktif melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan dan emmbayarkan uang hasil kejahatan tersebut.
Para tersangka dijerat melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 atau Pasal 6 jo Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 105 jo Pasal 9 dan/atau Pasal 106 jo Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Para tersangka terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
(mjo/arh)