Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang ekonomi dan lingkungan hidup, Aizuddin Abdurrahman menegaskan penimbunan minyak goreng merupakan tindakan zalim dan diharamkan oleh Agama Islam. Ia meminta pemerintah untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
"Penimbunan minyak goreng di Sumatera Utara itu salah satu bukti perbuatan zalim di tengah-tengah situasi dan kondisi akibat pandemi belum pulih. Itu harus di usut tuntas," kata pria yang akrab disapa Gus Aiz itu dalam keterangannya di laman resmi NU, dikutip Selasa (21/2).
Gus Aiz menjelaskan bahwa ajaran Islam mengharamkan ihtikar atau penimbunan. Praktik demikian banyak menimbulkan mudarat bagi kehidupan manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan mudarat yang bisa ditimbulkan adalah kesusahan atau al-dlayyiq bagi masyarakat dalam mendapatkan kebutuhan pangan khususnya bersifat primer.
"Minyak goreng termasuk barang pokok yang haram ditimbun sama halnya dengan beras, gula, daging susu dan barang pokok lainnya," kata dia.
Gus Aiz mengatakan tindakan penimbunan itu menjadikan barang-barang primer menjadi terbatas dan membuat harga melambung tinggi. Penimbunan juga berkaitan dengan merugikan kepentingan umum dan lebih mementingkan kepentingan sendiri.
"Penimbunan itu diharamkan, apalagi yang dilakukan untuk kepentingan sendiri dan merugikan kepentingan umum, termasuk dengan tujuan mengambil keuntungan dari harga tinggi akibat kelangkaan barang," ucapnya.
"Banyak masyarakat menderita akibat penimbunan, apalagi masyarakat ekonomi kecil yang pendapatan dan pemenuhan nafkah hidupnya membutuhkan minyak goreng sebagai bahan baku produksi," tambah dia.
Belakangan ini terjadi lonjakan harga dan kelangkaan minyak goreng di pasaran. Para pelaku pasar menjerit atas kenaikan harga komoditas tersebut. Padahal, Indonesia merupakan lumbung sawit dan menjadi penghasil terbesar crude palm oil (CPO) di dunia.
Kelangkaan minyak goreng diperparah dengan kemunculan kasus penimbunan yang tertangkap mulai dari Makassar hingga Sumatra Utara
(rzr/bmw)