Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan adanya pengabaian pendapat warga terkait rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, hal tersebut terjadi sebelum peristiwa pengukuran lahan di Desa Wadas yang berujung pada kekerasan Selasa (8/2).
Menurutnya, warga memiliki hak menyetujui ataupun tidak terhadap rencana penambangan tersebut. Hal itu lantaran, rencana tersebut berpotensi menimbulkan dampak terhadap lahan, mata pencaharian dan lingkungan mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelum peristiwa kekerasan Selasa (8/2), terdapat pengabaian hak Free and Prior Informed Consent (FPIC). Bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan mereka atas proyek quarry batuan andesit," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (24/2).
Lihat Juga : |
Selain itu, Komnas HAM menilai proses penyampaian informasi oleh pemerintah maupun pihak pemrakarsa terkait rencana penambangan quarry di Desa Wadas masih sangat minim. Beka mengatakan, sosialisasi terkait rencana proyek dan dampak terhadap warga masih belum dilakukan secara akurat.
Selain itu, pemerintah pun dinilai masih belum melibatkan partisipasi masyarakat Desa Wadas secara menyeluruh. Hal itulah yang kemudian ditengarai menjadi penyebab konflik antar warga maupun pemerintah.
"Tidak adanya partisipasi menyeluruh masyarakat menjadi pemicu ketegangan antar warga maupun warga dengan pemerintah," tuturnya.
Imbasnya, Beka mengatakan, masyarakat Wadas saat ini mengalami kerenggangan dalam relasi sosial. Warga Wadas saat ini terbagi menjadi dua kelompok yakni warga yang mendukung penambangan quarry dan sebaliknya.
"Salah satunya bisa dilihat dari tidak terlibat dalam acara bersama, sementara untuk perempuan dan anak-anak mengalami perundungan. Bahkan beberapa diantaranya berproses hukum di Polres Purworejo," ucapnya.
Selama peristiwa tersebut, Komnas HAM mencatat, terdapat 67 orang warga wadas yang ditangkap oleh aparat kepolisian dan dibawa ke Polres Purworejo. Warga-warga yang ditangkap itu kemudian baru dikembalikan pada keesokan harinya, Rabu (9/2).
Sebelumnya, Warga Wadas menolak penambangan batu andesit untuk proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener sejak 2016 yang mencaplok lahan mereka. Penolakan tersebut kerap mendapat tekanan dari aparat kepolisian.
Pada Selasa (8/2), ribuan aparat kepolisian dengan senjata lengkap dikerahkan menyerbu Desa Wadas. Mereka mencopot banner penolakan Bendungan Bener dan mengejar beberapa warga sampai ke rumah dan hutan.
Penduduk Desa Wadas mengatakan jumlah warga yang ditangkap aparat kepolisian sampai saat ini sekitar 64 orang. Beberapa di antaranya merupakan anak-anak dan orang lanjut usia.
Pelbagai elemen masyarakat sipil, seperti PBNU, Muhammadiyah hingga KontraS mengkritik keras langkah yang diambil kepolisian tersebut.
(tfq/isn)