Pengacara terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan, Henry Yosodiningrat, menyalahkan sikap tidak kooperatif mantan Pentolan FPI, Rizieq Shihab atas tewasnya 4 Laskar FPI.
Hal ini Henry sampaikan saat membacakan pleidoi Fikri dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (25/2).
Menurut Henry, insiden KM 50 tidak akan terjadi kalau Rizieq memenuhi panggilan polisi atas kasus pelanggaran protokol kesehatan di Petamburan, Jakarta Pusat. Ia juga menyalahkan Rizieq yang telah memprovokasi pengikutnya agar mengepung Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentunya semua pihak sangat menyesali adanya peristiwa ini, kalau saja Moh. Rizieq Shihab bersifat kooperatif dalam rangka memenuhi panggilan...dan tidak memprovokasi Pengikutnya untuk mengepung dan memutihkan Polda Metro Jaya," kata Henry membacakan pleidoi atau nota pembelaan bagi terdakwa.
Selain itu, Henry juga menyalahkan tindakan empat Laskar FPI yang berupaya menyerang Fikri dengan merebut senjata dan mencekik lehernya saat mereka akan dibawa ke Polda Metro Jaya tanpa diborgol.
Menurutnya, kalau tindakan-tindakan itu tidak dilakukan maka insiden yang menimpa 4 Laskar FPI itu tidak terjadi.
"Kalau saja anggota Laskar FPI tidak mencekik dan tidak memukul serta tidak merebut senjata milik terdakwa Briptu Fikri Ramadhan, maka dapat dipastikan bahwa peristiwa ini tidak terjadi," ujar Henry.
Henry kemudian mengutip pernyataan ahli yang menyebut bahwa jika terjadi keadaan sangat ekstrem yang menimpa petugas kepolisian, maka pertanggungjawaban pidana anggota tersebut gugur.
Dalam insiden KM 50, kata Henry, tindakan Laskar FPI yang merebut senjata Fikry dan mencekiknya membuat nyawa mereka terancam.
Sementara, ahli lain menyatakan terdapat doktrin yang menyebut bahwa lebih baik penjahat yang mati dari pada petugas.
"Victima Victima Enim Domini In Quam Ad Melius Scelestos Officer yang artinya daripada petugas menjadi korban lebih baik penjahat menjadi korban," ujar Henry.
Sebagai informasi, enam anggota FPI terlibat dalam aksi kejar-kejaran dan baku tembak dengan anggota kepolisian dari Polda Metro Jaya. Peristiwa itu terjadi di depan Hotel Novotel, Jalan Interchange, Karawang, Jawa Barat hingga kawasan KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.
Jaksa menyebut enam anggota Laskar FPI ditembak tiga anggota Polda Metro Jaya yakni, Ipda Elwira Priadi Z., Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Mohammad Yusmin. Sebanyak dua anggota FPI tewas dalam peristiwa baku tembak.
Sementara, empat orang lainnya meninggal saat hendak dibawa ke Polda Metro Jaya dalam keadaan hidup. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan pembunuhan empat Laskar FPI ini sebagai unlawful killing. Sementara, dua korban lainnya tewas dalam tindakan penegakan hukum.
JPU lantas mendakwa dua anggota Polda Metro Jaya Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin melanggar pasal 338 KUHP tentang pembunuhan secara sengaja juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Selain itu, mereka juga didakwa Pasal 351 ayat 3 juncto Pasal 55 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Sementara, Elwira dinyatakan meninggal dalam kecelakaan yang terjadi pada Januari lalu. Namun kedua polisi pembunuh anggota FPI itu tidak ditahan sampai hari ini.
(iam/kid)