Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, mengatakan bahwa upaya menunda penyelenggaraan Pemilu 2024 lewat amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 tidak tepat dilakukan jika tidak bertanya atau meminta persetujuan rakyat lebih dahulu.
Jika hanya mengandalkan kekuasaan formal MPR untuk mengubah UUD 1945, menurutnya, maka tidak akan terhindarkan kesan abuse of power alias penyalahgunaan kekuasaan oleh MPR.
"Meskipun penundaan pemilu bisa dilakukan dengan amendemen UUD [1945] oleh MPR, namun menurut saya secara moral konstitusi tidak pas untuk melakukan amandemen UUD [1945] jika MPR tidak bertanya dulu kepada rakyat secara keseluruhan, apakah rakyat setuju pemilu ditunda," ucap Arsul dalam keterangan pers yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (28/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menerangkan, pimpinan dan fraksi-fraksi MPR belum pernah membicarakan soal wacana penundaan Pemilu 2024 secara formal hingga saat ini.
Arsul pun bilang, UUD 1945 jelas menetapkan bahwa pemegang kedaulatan di Indonesia ini adalah rakyat.
Menurutnya, menunda penyelenggaraan pemilu berarti menunda hak konstitusional rakyat Indonesia.
Atas dasar itu, kata Arsul langkah MPR mereduksi hak pemilik kedaulatan dengan langsung melakukan amendemen UUD 1945 tanpa bertanya ke rakyat lebih dahulu merupakan hal yang tidak elok.
"Secara moral, sebagai anggota MPR, saya melihat tidak elok bahwa sebagai pemegang mandat kedaulatan, MPR justru mereduksi hak pemilik kedaulatan, yakni rakyat, jika tanpa bertanya kepada rakyat itu sendiri yang memiliki kedaulatan," ucap Waketum PPP itu.
Arsul menambahkan, upaya menunda Pemilu 2024 lewat amendemen UUD 1945 tidak cukup dilakukan dengan hanya mengandalkan landasan formal Pasal 37 UUD 1945, tanpa didahulu langkah bertanya atau meminta persetujuan rakyat.
Sebanyak tiga parpol penghuni Senayan hingga kini telah memberikan sinyal mendukung wacana pemindahan Pemilu 2024 antara satu hingga dua tahun, yaitu PKB, PAN, dan Golkar.
Sedangkan empat partai menyatakan penolakan yakni Demokrat, PDIP, PKS, dan Nasdem. Sedangkan, dua partai, Gerindra dan PPP, belum menyatakan sikap.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Faldo Maldini, mengklaim pemerintah tidak mengetahui rencana penundaan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Namun, menurutnya, pemerintah tetap menampung aspirasi yang datang dari sejumlah parpol tersebut.
"Deklarasi dukungan merupakan aspirasi dari parpol. Pemerintah tidak tahu soal rencana tersebut. Sebagai sebuah aspirasi tentu saja ditampung, sebagaimana pemerintah menampung berbagai masukan yang selama ini diterima dari masyarakat dan semua parpol," kata Faldo dalam keterangan yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (28/2).
(mts/vws)