Direktur Pelaksana Paramadina Public Policy Institute, Khoirul Umam mempertanyakan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diklaim telah merestui usulan penundaan Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan Umam merespons kabar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan telah mendapat restu Jokowi terkait usulan penundaan pemilu.
"Apa presiden tidak tersinggung ketika namanya dicatut bahwa semua ini sudah disetujui," kata Umam dalam diskusi daring di kanal YouTube Universitas Paramadina, Rabu (2/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Umum menyatakan tindakan Luhut tersebut dapat dikategorikan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power. Diketahui, Luhut dikabarkan bertemu dengan Ketum PAN Zulkifli Hasan untuk membahas wacana penundaan pemilu.
Dia sisi lain, Umam mengkritik alasan para pihak yang mengusulkan wacana penundaan pemilu. Menurutnya, sejumlah alasan yang diungkap Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar hingga Zulhas untuk menunda pemilu sama sekali tak relevan.
"Hampir semua argumen yang disampaikan tidak make sense. Kemudian ada argumen perang Rusia Ukraina yang itu juga tidak make sense sama sekali," katanya.
Lihat Juga :![]() DI BALIK LAYAR Tangan Pemerintah di Balik Desain Tunda Pemilu 2024 |
Umam pun mewanti-wanti akrobat para pihak di balik usulan penundaan pemilu mengingat pemerintah maupun DPR memiliki rekam jejak buruk dalam memuluskan aturan yang ditolak rakyat.
"Upaya pembajakan kebijakan publik itu terjadi berkali-kali. Beberapa kali berhasil, tadi saya sampaikan UU minerba, UU KPK, UU Ciptaker, itu berhasil dilakukan, meskipun kita masyarakat sipil bersuara secara keras," katanya.
Wacana penundaan Pemilu 2024 kembali berembus beberapa hari terakhir. Usulan datang dari Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan didukung Ketum PAN Zulkifli Hasan. Cak Imin mengusulkan penundaan Pemilu 2024 dengan alasan pandemi Covid-19.
Namun, usulan tersebut tak mendapat dukungan mayoritas partai di DPR. Hanya PKB, PAN, dan Golkar yang mendukung penundaan Pemilu 2024. Sementara PKS, Demokrat, NasDem, PDIP, dan Gerindra tegas menolak.
(fra)