Penghapusan syarat tes polymerase chain reaction (PCR) dan Antigen bagi Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) dimaklumi selama pemerintah menggenjot tes acak atau random testing di komunitas rentan.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menilai sedari awal kebijakan penapisan atau screening bagi pengguna moda transportasi bukanlah metode pencarian kasus Covid-19 yang sesuai kaidah epidemiologi.
Menurutnya, teknik pengetesan dan telusur yang benar adalah dengan melakukannya secara masif di permukiman padat penduduk dengan mobilitas tinggi serta kontak erat kasus Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi dalam konsep active case finding, memang bukan tempatnya untuk prasyarat Antigen maupun PCR untuk penyelidikan epidemiologi dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19. Testing dilakukan secara systematic random testing kepada komunitas yang dinilai berisiko," kata Hermawan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (8/3).
Ia mewanti-wanti penerapan kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan Covid-19, yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Hermawan juga mengkritik kebijakan dalam transportasi umum dengan kapasitas maksimal 100 persen.
"Saat ini seharusnya fokusnya pada prokes memakai masker dan menjaga jarak. Menjaga jarak berarti kan dengan sendirinya mengatur volume atau kapasitas penumpang," ujarnya.
Pemerintah pusat diketahui menghapus syarat tes PCR maupun rapid test antigen bagi PPDN baik melalui jalur darat, laut, maupun udara mulai hari ini. Kebijakan itu hanya berlaku bagi mereka yang sudah menerima suntikan dosis vaksin Covid-19 lengkap atau dua dosis dan booster.
Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang dalam Negeri Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang diteken oleh Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen TNI Suharyanto pada hari ini, 8 Maret 2022.
(khr/arh)