Enam Perwakilan Warga Papua Gugat UU Pilkada ke MK

CNN Indonesia
Selasa, 08 Mar 2022 15:30 WIB
Enam perwakilan dari Provinsi Papua mengajukan uji materiil atas UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Enam perwakilan warga dari Provinsi Papua mengajukan uji materiil atas UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kuasa Hukum Pemohon, Nurkholis Hidayat, mengungkapkan salah satu alasan gugatan diajukan karena khawatir penunjukan penjabat kepala daerah tidak berasal dari Orang Asli Papua (OAP).

Menurutnya, penunjukan penjabat kepala daerah yang berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki pemahaman daerah yang terbatas dibanding warga lokal.

"Penjabat Kepala Daerah-ASN cenderung memiliki kewenangan dan pengetahuan daerah terbatas, tidak memiliki kewenangan kuat dan tidak menguasai penuh kekhasan lokalitas daerah," ujar Nurkholis melalui keterangan tertulis, Selasa (7/3) lalu.

Ia mengajukan uji materiil atas empat ayat dalam UU Pilkada atau Undang-Undang No 10 Tahun 2016. Pertama ialah Pasal 201 ayat (9) yang mengatur mengenai pengangkatan penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali Kota.

Berikutnya, Pasal 201 ayat (9) yang mengatur bahwa penjabat menjabat untuk masa jabatan 1 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun berikutnya dengan orang yang sama atau orang yang berbeda.

Ketiga, menggugat pasal 201 ayat (10) yang mengatur pengangkatan penjabat Gubernur berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya. Serta terakhir pada Pasal 201 ayat (11) yang pada intinya mengatur mengenai penjabat Bupati/Walikota berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.

Nurkholis menyebutkan para penggugat dari Papua merasa dirugikan apabila penjabat Gubernur, Bupati/Walikota yang ditempatkan di Provinsi Papua bukan atau tidak berasal dari Orang Asli Papua. Pasalnya, penjabat non-OAP dianggap tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang Papua.

"Tidak adanya persyaratan untuk Penjabat Gubernur adalah OAP dalam pengisian Penjabat Kepala Daerah di daerah Papua menyebabkan pasal a quo menjadi bertentangan dengan UU OTSUS, di mana keberadaan UU a quo merupakan bentuk pengakuan dan perlindungan bagi kekhususan daerah Papua," jabar Nurkholis.

Ia mengharap putusan MK nantinya dapat menjamin penjabat kepala daerah di Provinsi Papua merupakan OAP serta melalui proses penilaian dengan mempertimbangkan usulan dan rekomendasi dari Majelis Rakyat Papua, DPRD, pemuka agama serta masyarakat Papua.

Selain itu, diharapkan agar UU ini menjamin penjabat kepala daerah bukan berasal dari kalangan Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia.

"[Termasuk] independen dan bukan merupakan merepresentasikan kepentingan politik tertentu dari Presiden atau Pemerintah Pusat," papar pengacara yang tergabung dalam Lokataru Law and Human Rights Office ini.

(cfd/pmg)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK