Emak-emak di Makassar Demo Harga Minyak Goreng Melonjak
Puluhan emak-emak di Kota Makassar Sulawesi Selatan, melakukan unjuk rasa di depan Kantor DPRD Sulawesi Selatan terkait kenaikan harga minyak goreng yang saat ini sangat menyengsarakan.
Massa aksi menyoroti terjadi kelangkaan minyak goreng yang diduga dilakukan oleh para kartel-kartel minyak goreng di Indonesia. Sehingga memberikan dampak buruk bagi masyarakat saat ini yang berimbas pada kenaikan yang sangat tinggi.
"Harganya saat ini mencapai Rp23 ribu untuk kemasan 1 liter dan Rp48 ribu sampai Rp50 ribu untuk kemasan 2 liter," kata jendral lapangan aksi, Wahida, Senin (21/3).
Menurutnya kenaikan harga komoditas pokok rumah tangga masyarakat tersebut dipicu oleh adanya kebijakan pencabutan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang dilakukan oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2022. Aturan itu merupakan respon atas terjadinya kelangkaan minyak goreng dalam beberapa bulan terakhir di lapangan.
Pencabutan aturan HET minyak goreng merupakan bentuk penyerahan harga komoditas pangan kepada mekanisme pasar. Pemerintah telah gagal dalam mengendalikan harga dan ketersediaan komoditas pangan tersebut.
"Hal itu juga menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia tidak bisa berkutik dalam menghadapi segelintir orang super kaya atau oligarki yang menguasai perkebunan sawit dan produksi minyak goreng," ungkapnya.
Praktik kartel dan permainan oligarki ini dalam ketersediaan dan pengaturan harga minyak goreng ini memang sudah terendus sejak awal. Saat ini, setelah kebijakan mengenai HET tersebut dicabut, harga minyak goreng melejit tinggi dan ketersediaannya tiba-tiba melimpah di lapangan. Padahal, sehari sebelumnya, ketersediaannya di lapangan masih langka.
"Kondisi semacam ini merupakan sebuah ironi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia. Hanya saja, perkebunan sawit dan produksi minyak goreng Indonesia saat ini hanya dikendalikan oleh segelintir orang saja," jelasnya.
Hal itu, kata Wahida terbukti bahwa pemilik perkebunan kelapa sawit juga merupakan produsen minyak goreng terbesar nasional.
"Sektor perkebunan kelapa sawit dan produksi turunannya seperti minyak goreng hanya dikuasai dan dikontrol oleh segelintir orang sehingga kontrol dan pengawasan tidak lagi di tangan pemerintah melainkan di tangan para oligarki tersebut," katanya.
Situasi semacam ini tidak hanya terjadi pada komoditas minyak goreng. Kendali oligarki juga terjadi pada komoditas bahan pokok dan sumber kekayaan alam Indonesia lainnya seperti batubara, mineral dan lain-lain.
"Kami mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menata ulang industri nasional, khususnya yang bergerak di sektor penyediaan kebutuhan pokok masyarakat. Negara bersama rakyat, harus menjadi aktor utama di segala aspek yang menyangkut kebutuhan pokok," pungkasnya.
(mir/isn)