Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan menunda sidang lanjutan kasus investasi emas skema ponzi dengan nilai kerugian mencapai Rp1 triliun.
Penundaan dilakukan karena kuasa hukum terdakwa belum siap memberikan jawaban atas gugatan delapan korban investasi bodong tersebut. Sidang ditunda selama sepekan hingga Senin 28 Maret mendatang.
"Karena kuasa hukum saudara belum siap memberikan jawaban atas gugatan delapan penggugat, jadi majelis memberikan waktu sampai Senin 28 Maret," ujar majelis hakim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Baik yang mulia," jawab kuasa hukum terdakwa Budi Hermanto, Ali Zaenal Abidin.
Menanggapi hal itu, kuasa hukum delapan penggugat, Rasamala Aritongan menyesalkan penundaan sidang lanjutan kasus kliennya. Menurut dia, terdakwa maupun penasehat hukum mestinya telah mempersiapkan jawaban karena majelis sudah memberikan waktu seminggu sejak sidang terakhir 16 Maret lalu.
Rasamala yang merupakan eks pegawai KPK pecatan tes wawasan kebangsaan (TWK) itu menyampaikan, jawaban dari kasus skema ponzi emas Rp1 triliun bukan hanya ditunggu oleh delapan penggugat, namun juga ratusan korban lain.
"Pada dasarnya yang menunggu jawaban dan sikap terdakwa bukan hanya delapan orang korban yang kami dampingi, tetapi juga ratusan korban lain. Terutama komitmen korban untuk mengganti kerugian para korban yang nilainya sangat besar," kata dia.
Lebih lanjut, dia juga meminta terdakwa dalam jawabannya nanti mengungkap nilai aset yang angkanya diduga mencapai ratusan miliar. Angka itu wajar sebab jumlah korban dalam kasus ini mencapai ratusan orang.
"Banyaknya jumlah korban dan nilai kerugian yang sangat besar juga seharusnya bisa dijelaskan oleh terdakwa, terutama tentang keberadaan aset dengan nilai yang diduga mencapai ratusan miliar atau hingga triliunan rupiah," katanya.
Kasus tersebut bermula saat terdakwa atas nama Budi Hermanto pada Januari 2018 membeli emas dan logam mulia milik belasan korban dengan menjanjikan keuntungan yang tinggi dari harga emas yang berlaku saat itu (harga pasaran) dengan sistem transaksi jual beli putus.
Mengenai pembayarannya menggunakan bilyet giro atau cek yang pencairannya dilakukan pada saat jatuh tempo.
Harga pembelian yang lebih tinggi dari harga pasar membuat para korban tertarik menjual emas ke Budi. Sebab, semakin lama jangka waktu bilyet giro yang ditawarkan kepada para korban, maka semakin besar bunga yang akan dijanjikan Budi.
Di awal-awal pembayaran berjalan lancar. Namun, seiring waktu berjalan, Budi tidak menepati janji sehingga para korban mengalami kerugian sekitar Rp1.053.945.851.000.
Restitusi sendiri biasanya dikenal sebagai ganti rugi dari pelaku kepada korban atau keluarganya atas kejahatan yang diperbuat. Biasanya, itu termuat dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, dengan LPSK menjadi pihak yang berwenang menaksir angka kerugian korban.
(thr/wis)