Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyerukan kepada Pemerintah Afghanistan, yang kini dipegang oleh rezim Taliban, untuk memberikan akses pendidikan kepada para perempuan.
Hal itu ia sampaikan merespons kabar bahwa pemerintah Afghanistan memutuskan menunda pembukaan kembali sekolah untuk anak perempuan pada Rabu 23 Maret.
"Kita seru kepada Afghanistan, mohon, mohon berikan pendidikan terbaik untuk anak-anak perempuan anda. Please give your daughters the best education you can provide. Because they all the one who will determine the picture of your next generation," kata Yahya dalam pembukaan Rakernas PBNU di Cipasung, Kamis (24/3) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berikan perempuan pendidikan terbaik. Karena mereka menentukan gambar dari generasi yang akan datang," lanjutnya.
Yahya menegaskan bahwa pendidikan bagi perempuan sangat penting. Ia lantas meminta kepada Afghanistan melihat hasil besar yang diperoleh NU saat ini ketika memberikan kesempatan setara bagi perempuan memperoleh pendidikan.
"Hari ini kita mampu melakukan banyak hal karena kita punya perempuan yang unggul kualitasnya," kata Yahya.
Di sisi lain, Yahya menjelaskan bahwa PBNU di masa kepemimpinannya saat ini telah merekrut kader-kader perempuan untuk duduk di jajaran tanfidzyah. Diketahui, terdapat dua perempuan yang menjabat sebagai Ketua Tanfidzyah PBNU 2022-2027. Yakni Alissa Wahid dan Khofifah Indar Parawansa.
Ia menegaskan pilihannya itu bukan untuk menggaungkan kesetaraan gender. Melainkan mereka memiliki kualifikasi dan kapasitas yang dibutuhkan menjalankan organisasi ke depan.
"Karena mereka yang kita pilih dan kita tempatkan adalah orang-orang yang kita butuhkan. Kita berani melakukan itu walaupun ada hal-hal yang dianggap terlalu baru dari yang pernah berlangsung selama ini," kata Yahya.
"Sehingga pada masa khidmat ini pertama kali sejak 99 tahun NU kita punya ketua dari kalangan perempuan," tambah dia.
Taliban sebelumnya berencana membuka sekolah tatap muka bagi siswi perempuan bulan ini yang sempat ditutup karena Covid-19 dan kudeta. Namun, tanpa alasan jelas, rezim membatalkan kebijakan itu dan memulangkan para siswi yang telanjur masuk sekolah.
(rzr/arh)