Pakar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Fatahillah Akbar menyebut Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) bisa memikirkan pertanggungjawaban pidana orangtua guna meminimalisir aksi kejahatan jalanan oleh anak di bawah umur.
Fatahillah mengatakan, dalam konteks hukum pidana positif saat ini di Indonesia memang hanya mengenal pertanggungjawaban individu dalam kekerasan.
"Namun pertanggungjawaban orangtua sudah ada di banyak negara. Misal seperti (kasus) narkotika," kata Fatahillah dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (6/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemda DIY, menurut Fatahillah, sudah bisa memikirkan penggunaan peraturan daerah (perda) untuk menuntut tanggungjawab para orang tua terkait pengawasan anak-anaknya terhadap potensi aksi kejahatan jalanan.
"Jika kejadian semakin banyak, maka kesalahannya adalah di sistem. Berarti selain pemidanaan, juga dipikirkan sistem," imbuhnya.
Ia berpandangan, perda ini nantinya bisa berfungsi sebagai pengontrol. Jika kejahatannya terjadi di malam hari dan orang tua memiliki kendali penuh maka bisa dianggap bertanggungjawab.
Semisal, pada Perda tertera aturan anak di bawah usia 18 tahun dilarang keluar rumah tanpa alasan masuk akal. Jika aturan ini dilangkahi maka orangtua bisa dijatuhi sanksi sesuai batasan perda.
Kata Fatahillah, orangtua yang kedapatan membiarkan anaknya kelayapan dengan alasan tak jelas bisa diancam pidana kurungan paling lama 6 bulan atau pidana denda.
"Di UU Pemda maksimal 6 bulan untuk Perda dan denda maksimal Rp50 juta" kata dia.
Aturan ini bisa diperkuat dengan pemeriksaan rutin mengenai senjata tajam. Bagi Fatahillah, kasus kepemilikan senjata tajam tanpa hak telah terlalu marak di DIY ini.
Dirinya di satu sisi melihat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 1 tentang kepemilikan senjata tajam tanpa hak dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara juga masih terlalu lemah implementasinya.
"Perlu pemberian sanksi tegas," pungkasnya.
Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat peningkatan jumlah kasus kejahatan jalanan atau biasa disebut klitih di wilayahnya sepanjang tahun 2021.
Catatan Polda DIY, laporan kejahatan jalanan masuk sebanyak 58 kali sepanjang 2021 ini, meningkat 6 kasus dibanding periode sebelumnya. Sebanyak 40 kasus di antaranya terselesaikan dengan total 102 pelaku diproses hukum.
Sementara selama 2020 terhitung 38 kasus dituntaskan. Total 91 pelaku diproses hukum.
Dari 102 pelaku di tahun 2021 itu, 80 orang di antaranya masih berstatus pelajar dan sisanya merupakan pengangguran. Modus operandi paling banyak secara berurutan adalah penganiayaan, kepemilikan senjata tajam (sajam), dan perusakan.
Kasus kejahatan jalanan terbaru yang tengah diselidiki Polda DIY adalah peristiwa tewasnya pelajar SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta bernama Daffa Adzin Albazith (17), Minggu (3/4) dini hari kemarin saat hendak mencari makan sahur.
Daffa tewas usai terkena ayunan gir bertali pada bagian kepala. Dia sempat dirawat di RSPAU Hardjolukito sebelum dinyatakan meninggal pada Minggu pagi.
(kum/isn)