Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku teringat kehidupan semasa di kampus saat merespons keberadaan spanduk protes bela warga Wadas yang terbentang saat tarawih di masjid UGM.
Spanduk tersebut dibawa mahasiswa bersamaan dengan jadwal ceramah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Masjid UGM, Rabu (6/4).
Mulanya Anies berkisah kala masih menjadi seorang mahasiswa UGM di masa rezim Orde Baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengalaman terbesar, pengalaman paling bermanfaat itu di (Universitas) Gadjah Mada ketika terlibat dalam organisasi dan belajar menghadapi rezim Orde Baru yang tidak bersahabat pada gerakan mahasiswa," kata Anies saat menjadi penceramah tarawih di Masjid UGM, Kamis (7/4) malam.
Kemudian Anies menyiratkan kenangan di kampus itu kembali terpantik saat ia membuka grup WhatsApp alumni mahasiswa UGM.
"Tadi pagi, waktu saya terima ada yang mengirimkan saya rekaman. Bukan saya sih, tapi di grup. Di grup alumni UGM ada foto tarawih bawa spanduk di belakangnya," ungkap Anies disambut riuh jemaah.
Anies tak merinci foto yang ia maksudkan tersebut. Namun riuh yang dipahami jemaah kemungkinan besar merujuk pada momen ketika Ganjar Pranowo disambut beberapa spanduk bernada protes dari simpatisan warga Wadas saat ia mengisi ceramah, Rabu (6/4) malam. Spanduk 'Save Wadas' terbentang di dalam. Di sisi luar, ada juga spanduk kain bertuliskan 'Kelestarian Alam Bagian dari Iman'.
Hanya saja Anies bergegas memotong riuh para jamaah dan mencoba mengembalikan mereka ke fokus ceritanya.
"Enggak, ini saya baru mau cerita pengalaman saya. Bukan malam itu. Pas saya lihat itu, weh podo eh. Mbien awakdewe yo ngene iki (wah, sama. Dulu kita juga seperti ini)," kata Anies.
Anies berkisah, pada 1 Maret 1994 ia dan rekan-rekan sesama aktivis mahasiswa membuat demonstrasi menduduki sebuah bank swasta, di Jalan Solo, Sleman. Judul aksinya, kata Anies, adalah '6 Menit di Bank'. Aksi Anies cs ini terinspirasi peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yang ditandai dengan momen pendudukan Yogyakarta sebagai ibu kota negara selama 6 jam dari Belanda oleh para pejuang kedaulatan.
"Bawa spanduk, bawa poster, masuk ke situ (bank). Mahasiswa bergaya customer semua, walaupun tidak punya rekening di banknya," imbuh Anies.
Ia bercerita, kala itu ia dan kawan-kawannya menyuarakan aspirasi menentang oligarki. Atau 'konglomerat' dalam bahasa Anies muda.
"Kalau bahasa sekarang itu namanya oligarki, dulu belum ketemu kata itu. Dulu namanya konglomerat. Memprotes dan dengan poster-poster dan spanduk-spanduk itu," bebernya.
"Jadi, saya tadi pagi ketika lihat itu (rekaman di grup alumni), di UGM masih terus ada tradisi untuk memikirkan lebih dari diktat-diktat yang harus dibaca di kelasnya," sambung Anies.
Anies sendiri dalam kesempatan itu hadir memberikan ceramah bertemakan 'Menjadi Manusia Bernilai Menyongsong Indonesia Memimpin Dunia 2045'.
Anies sempat berbagi pengalaman dan kinerjanya membangun provinsi yang dia pimpin. Termasuk salah satunya memprioritaskan infrastruktur untuk para pejalan kaki dan menciptakan ruang ketiga atau tempat interaksi bagi warga di antara ruang pertama dan kedua, serta menjaga keamanan dan ketenangan DKI Jakarta sebagai simpul Indonesia.