Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dan ahli digital Roy Suryo menilai keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Cikarang yang mengesampingkan bukti CCTV dalam putusan terhadap guru ngaji korban salah tangkap Bekasi, Muhammad Fikry keterlaluan.
Sebagai informasi, dalam sidang sebelumnya, Fikry menyodorkan video CCTV yang merekam ia tidur di musala dan tidak melakukan begal pada dini hari 24 Juli 2021.
Pengacara Fikry kemudian menghadirkan Roy Suryo sebagai ahli digital yang menganalisis CCTV tersebut. Berdasarkan hal itu, Roy mengatakan bahwa orang dalam CCTV itu memang Fikry. Motor yang menjadi barang bukti begal juga terparkir di depan rumah. Keduanya tidak di lokasi begal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, dalam pertimbangannya, Ketua Majelis Hakim PN Cikarang, Chandra Ramadhani mengatakan bukti CCTV itu dikesampingkan. Sebab, berdasarkan analisis Roy, kecocokan gambar dalam CCTV itu dengan Fikry hanya 63 persen.
Selain itu, hakim juga mengesampingkan CCTV yang merekam motor Fikry terparkir di rumah pada malam 23 Juli sampai siang 24 Juli. Hakim berdalih, pelat motor dalam rekaman itu tidak jelas.
Menanggapi hal ini, Roy Suryo menegaskan rekaman CCTV itu bisa menjelaskan secara sah dan meyakinkan menjelaskan bahwa Fikry tidak di TKP begal. Roy mengatakan, jika memang Majelis Hakim PN Cikarang tidak bisa melihat wajah Fikry dan motornya itu dimaklumi karena ia bukan Ahli Telematika.
"Satu mata saja, terlalu. Sudah jelas-jelas CCTV secara sah dan meyakinkan bisa menjelaskan kalau itu saudara Muhammad Fikry," kata Roy saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (25/4) malam.
Mengenai hasil Face Recognation tidak sampai 70 persen, kata Roy, ia telah menyampaikan dengan jujur dan tanpa mengurangi maupun menambah angka tersebut.
"Hakim kan memang bukan Ahli Telematika. Makanya di situlah dihadirkan ahli sebagai saksi di Persidangan. Yang penting sebenarnya hasilnya akurat dan sudah saya pertanggungjawabkan," pungkasnya.
Wakil Direktur Eksekutif Bakornas LKBHMI Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ibrahim Asnawi mengatakan akan berkoordinasi dengan kuasa hukum Fikry untuk melaporkan Hakim PN Cikarang.
"Itu semua (melaporkan hakim dan Jaksa) masuk dalam langkah-langkah yang akan kami koordinasikan dengan kuasa hukum," kata Ibrahim saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (26/4) pagi.
Ibrahim mengatakan keputusan Majelis Hakim yang terdiri dari Chandra Ramadhani, Yudha Dinata, dan Maria Krista Ulina Ginting melukai rasa keadilan masyarakat, terutama keluarga besar HMI.
PB HMI menilai persidangan kasus begal tersebut menjadi peradilan sesat karena mengesampingkan fakta persidangan. Di sisi lain, Majelis Hakim justru membenarkan keterangan yang dibuat di luar sidang, yakni Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepolisian.
"Padahal sudah jelas Muhammad Fikry dkk mencabut keterangan dalam BAP di dalam persidangan karena terjadi pemaksaan dengan kekerasan pada saat pengambilan keterangan BAP," kata Ibrahim.
Ibrahim juga mempertanyakan independensi Majelis Hakim PN Cikarang karena telah turut membenarkan dakwaan Jaksa tanpa mempertimbangkan fakta persidangan yang diajukan Fikry
Selain itu, hakim juga mengabaikan laporan Komnas HAM yang mengungkap 10 bentuk penyiksaan oleh polisi terhadap Fikry dan tiga rekannya selama penangkapan, pemeriksaan, dan penahanan.
Sebelumnya, guru ngaji yang juga kader HMI di Bekasi Muhammad Fikry divonis 9 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Cikarang dalam kasus pembegalan. Majelis Hakim menilai Fikry terbukti melakukan pencurian dengan kekerasan sebagaimana dakwaan Jaksa, Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP.
Selain Fikry, hakim juga menyatakan tiga terdakwa lainnya yakni, Abdul Rohman, Muhammad Rizky, dan Randi Aprianto bersalah.
Sebagai informasi, Muhammad Fikry ditangkap anggota Polsek Tambelang dan Polres Metro Bekasi bersama delapan orang lainnya pada 28 Juli 2021.
Sebanyak empat di antaranya kemudian ditetapkan sebagai pelaku pembegalan di Jalan Raya Sukaraja pada dini hari 24 Juli 2021. Mereka adalah Fikry, Muhammad Rizky, Abdul Rohman, dan Randi Aprianto.
Keluarga dan kuasa hukum para terdakwa membantah keempat remaja itu melakukan pembegalan. Sebab, saat waktu kejadian Fikry sedang tidur di musala di samping rumah. Hal ini terekam CCTV dan beberapa saksi.
Dalam sidang, Roy Suryo menyatakan CCTV tersebut asli dan akurat. Ia juga menyatakan Fikry dan motornya yang menjadi barang bukti tidak di lokasi begal.
Sementara, Rizky sedang bekerja di kandang ayam, Abdul sedang mengantar ayam dan macet di kawasan Kalimalang, dan Randi menginap di rumah temannya. Keberadaan mereka tidak di lokasi begal diperkuat sejumlah saksi.
Anggota Polsek Tambelang diduga melakukan tindak kekerasan terhadap Fikry dan tiga rekannya di Gedung Cabang Telkom Tambelang. Mereka diduga dianiaya dan dipaksa mengakui melakukan begal tersebut. Polsek Tambelang dan Polda Metro Jaya membantah dugaan kekerasan tersebut dan kasus terus bergulir di persidangan.