Anggota KPU Jadi Pemantau di Pemilu Filipina: Sangat Cepat, Demokratis
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik hadir sebagai pemantau internasional dan saksi pada modernisasi Pemilu Nasional dan Lokal di Filipina, Senin (9/5) waktu setempat.
Dari pengalamannya memimpin delegasi Indonesia tersebut, Idham yang juga menggawangi Divisi Teknis Penyelenggaraan di KPU RI menilai pemilu Filipina dilakukan sangat cepat, terbuka, demokratis.
"Pemilu di Filipina ini dilakukan sangat cepat, terbuka, demokratis, dan hanya memakan waktu 2 hingga 5 jam saja. Perolehan suara dapat sampai ke pusat dan dilakukan rekapitulasi secara penuh sehingga menjadi hasil resmi. Semua proses ini tidak membutuhkan waktu berhari-hari dan tidak memakan korban bagi para penyelenggara di lapangan," tutur Idham yang dikutip dari siaran pers KPU RI, Selasa (10/5).
Sebagai catatan, gelaran Pemilu 2019 di Indonesia menjadi sorotan salah satunya terkait korban sakit hingga tewas dari kalangan petugas pemilihan. Ratusan petugas dari berbagai lini tewas, dan ribuan lainnya sakit diduga akibat kelelahan bertugas dalam pemilu serentak tersebut.
Idham menerangkan pada Pemilu Filipina kali ini sebanyak 106.000 mesin penghitungan suara (VCM) yang berfungsi memindai surat suara dan dapat menerbitkan struk bukti total hasil perhitungan suara pemilih di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS)-nya.
Aplikasi kecanggihan teknologi Smartmatic itu diterapkan pada 78.000 titik pemungutan suara. Dukungan teknologi, kata dia, juga dilakukan dengan peralatan penunjang untuk daerah yang belum terjangkau internet, yaitu dengan alat yang dapat mentransmisi hasil ke satelit.
"Ada banyak sekali pengalaman dan kebijakan yang menarik yang bisa dipelajari di Filipina untuk meningkatkan kualitas praktik demokrasi elektoral yang berkeadilan gender," ujar Idham.
Setelah mengamati proses Pemungutan suara di beberapa TPS, pada pukul 17.00 waktu Filipina, Idham bertemu Presiden Senat Filipina Sir Vicente Sotto III didampingi pimpinan parlemen negara tersebut. Pertemuan tersebut membahas proses rekapitulasi suara (canvassing) yang akan dimulai pada pukul 19.00 waktu setempat pada Senin lalu sampai lima hari berikutnya.
Modernisasi pemilu ini meningkatkan kepercayaan nasional dan internasional kepada Filipina. Filipina juga dijadikan salah satu negara yang layak dicontoh untuk pemungutan suara di Asia.
Sebagai informasi, Comelec (KPU Filipina) tidak merekapitulasi hasil perolehan suara pemilu presiden dan wakil presiden. Namun, Kongres (Senator dan DPR) yang merekapitulasi dan menetapkan hasil Pemilu tersebut.
Selain memantau langsung pelaksanaan pemilu, Idham juga berkesempatan mengikuti The Association of Asian Election Authorities (AAEA) Executive Board Meeting (EBM) dan sesi demo atau simulasi pemberian suara dengan menggunakan surat suara. Simulasi ini diperuntukkan bagi para pemantau internasional (international observers) yang diikuti perwakilan 9 negara.
Pada pemilu Filipina kali ini, putra dari eks diktator negeri tersebut, Ferdinand Marcos Jr alias Bongbong, unggul telak berdasarkan perhitungan cepat sejumlah lembaga.
Salah satu lembaga hitung cepat sudah menghimpun 98 persen suara yang masuk. Berdasarkan penghitungan, Bongbong meraup sekitar 31 juta suara, lebih tinggi dua kali lipat dari rival terdekatnya, Leni Robredo.
Kala berkuasa, ayah Bongbong, Ferdinand Marcos, memimpin dengan tangan besi. Ia juga menggerogoti duit negara dengan korupsi besar-besaran. Marcos lengser setelah demonstrasi besar-besaran di Filipina pada 1986 silam, mengakhiri dinastinya yang sudah bertahan selama dua dekade.
Ferdinand Marcos dan keluarganya, termasuk Bongbong lantas tinggal di pengasingan di Hawaii, Amerika Serikat. Sekembalinya ke Filipina pada 1991, Bongbong terjun ke dunia politik dengan menjadi anggota kongres dan senat.
Hingga akhirnya, Marcos Jr ikut serta dalam pilpres 2022. Menggandeng putri Presiden Rodrigo Duterte, Sara Duterte, sebagai wakilnya, Bongbong menggaet banyak pendukung.
(pop/kid)