Pakar Desak Pemerintah Cepat Deteksi Hepatitis Akut Misterius
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan ada 15 kasus yang diduga infeksi hepatitis akut misterius yang belum diketahui penyebabnya.
Belasan kasus itu dilaporkan terjadi di sejumlah Provinsi Indonesia, dari DKI Jakarta hingga Kepulauan Bangka Belitung (Babel).
Dari 15 kasus tersebut, setidaknya sebanyak enam anak meninggal dunia. Tiga kasus meninggal ada di DKI Jakarta, satu di Tulungagung, satu di Solok, dan satu Medan.
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menyatakan penanganan hepatitis akut menanti respons cepat pemerintah agar penyebarannya tidak seperti Virus Corona (Covid-19). Ia mengingatkan, semua penyakit yang berpotensi menjadi wabah tidak boleh diremehkan.
Pemerintah dan semua pemangku kepentingan terkait harus mengambil langkah pencegahan sambil memastikan penyebab dari hepatitis akut. Melihat angka kematian berdasarkan angka kasus yang dirilis pemerintah memperlihatkan angka yang tinggi dibandingkan negara lain.
"Angka kematian kita tinggi, kalau misalnya hanya ditemukan 15 kasus seperti yang dirilis pemerintah, 30 persen. Di luar negeri sudah 300 lebih tapi kematiannya rendah sekali, waktu 169 kasus pada 21 April 2022 lalu itu yang butuh transplantasi hati sekitar 10 persen, 18 anak, kemudian yang meninggal hanya satu," kata Masdalina saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (11/5).
Ia menduga, angka kematian akibat hepatitis akut yang tinggi di Indonesia terjadi karena deteksi yang terlambat. Pemerintah harus segera meningkatkan early warning alert response system (EWARS) atau sistem kewaspadaan dini dan respons (SKDR).
Dalam hal ini, Masdalina memandang, pemerintah harus mendorong pelayanan kesehatan di tingkat pertama untuk mendeteksi suspek hepatitis akut sebanyak mungkin dan tak menutup kemungkinan melakukan pemeriksaan Hepatitis A hingga Hepatitis D terhadap suspek terkait.
"Suspeknya sejauh ini dari beberapa literatur dan kondisi di luar negeri itu gejala saluran pencernaan, mual, muntah, diare dan sebagian kecil demam dan jangan tunggu kuning karena kalau kuning artinya gangguan sudah sampai ke hati," ucap Masdalina.
Langkah pemerintah mencari suspek hepatitis akut di tengah masyarakat dapat dilakukan dengan memanfaatkan keberadaan kader yang merupakan perpanjangan tangan dari puskesmas.
Deteksi dini, kata Masdalina, suspek hepatitis akut merupakan langkah untuk mencegah pasien datang ke rumah sakit dalam keadaan berat.
"Tugas pemerintah adalah mendapatkan suspek sebanyak mungkin," katanya.
Menurutnya, deteksi suspek juga perlu dilakukan agar pelayanan kesehatan bisa diberikan secara berjenjang.
"Semestinya kasus awal dideteksi di puskesmas dulu, kemudian kalau tidak mampu dirujuk rumah sakit. Kalau rumah sakit tipe C tidak bisa, baru rujuk ke tipe B, lalu tipe A," kata Masdalina.
"Masalahnya kasus datang langsung ke rumah sakit tidak ke puskesmas dan dalam keadaan berat," imbuhnya.
(mts/isn)