Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono meminta Dinas Pendidikan ikut turun tangan mencegah hepatitis akut misterius.
Menurutnya, masalah ancaman hepatitis misterius itu bukan sekadar tanggung jawab Dinas Kesehatan semata.
"PR [pekerjaan rumah] bagi Disdik dan Dinkes. PR yang harus segera kita lakukan dalam rangka mencegah, tugas kita kan untuk mencegah saat ini," ujar Gembong kepada wartawan, Rabu (11/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Gembong, pencegahan penyebaran hepatitis akut misterius ini harus dilakukan secara massal. Oleh sebab itu, butuh kolaborasi antar dinas dalam menjalankan hal tersebut.
"Artinya kalau kita bicara anak-anak didik kita di bidang pendidikan tentunya Dinas Pendidikan dengan Dinkes harus berkolaborasi bagaimana pencegahan sejak dini, sehingga tidak kelabakan ketika itu mewabah di Jakarta," paparnya.
Di sisi lain, Gembong menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga perlu menyebarluaskan informasi terpercaya mengenai penyakit hepatitis misterius ini.
Menurutnya, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfotik) juga perlu turun tangan dalam hal sosialisasi masalah ini kepada masyarakat.
"Harapan kita seperti itu, sehingga dinas sejak dini sudah bisa mengantisipasi. Maka sosialisasi menjadi penting untuk dilakukan Disdik dan Dinkes serta yang paling penting utama adalah Diskominfotik," katanya.
Secara terpisah, Wakil Gubernur DKI, Ahmad Riza Patria menyebut apabila temuan kasus dugaan hepatitis semakin banyak, maka bukan tidak mungkin Pemprov DKI menerapkan kembali pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau sekolah daring.
"PTM ini masih kita pelajari apakah akan kembali ke online. Kita akan lihat," ujar Riza di Balai Kota Jakarta, Rabu.
Sementara itu di Kota Bandung, Jawa Barat, setiap fasilitas kesehatan termasuk puskesmas diminta siap siaga serta mewaspadai kasus hepatitis akut yang hingga saat ini masih misterius.
"Jadi, namanya hepatitis akut dan berat kita sedang waspada. Bukan panik, tapi waspada karena WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) mengeluarkan warning dan kewaspadaan," kata Kepala Dinkes Kota Bandung Ahyani Raksanagara, Rabu.
Ahyani menekankan perlunya langkah pencegahan penularan hepatitis akut dengan memberikan edukasi kepada masyarakat dan kesiapsiagaan di puskesmas.
"Tata laksana memberikan sosialisasi ke faskes supaya jangan gagap kalau ada keluhan seperti itu. Selain itu juga dilakukan surveilans atau pelacakan apabila ditemukan kasus," ujarnya.
Selain ke puskesmas, Ahyani mengaku pihaknya sudah menyosialisasikan ke tingkat kewilayahan seperti camat dan lurah untuk waspada terhadap hepatitis akut.
Terpisah, Kepala Dinkes Kabupaten Bandung Grace Mediana mengatakan jika ditemukan ada warga di sana terduga terpapar hepatitis misterius, pihaknya akan menerapkan standar operasional prosedur.
"Intinya SOP siap. Penanganannya mulai dari Puskesmas hingga rujukan ke tiga rumah sakit pemerintah yakni RSUD Soreang, Majalaya dan Cicalengka itu siap," ungkapnya.
Sementara itu, pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung memastikan akan menerapkan penanganan langsung terhadap pasien dengan gejala-gejala yang mirip dengan hepatitis biasa. Penanganan pun akan dilakukan dengan prosedur yang ketat.
Bila terdapat pasien mengidap gejala hepatitis dengan kondisi mata sudah kuning, buang air kencing kuning, merasakan diare lalu sakit perut, dan lemas berlebih, pihaknya akan melakukan skrining fungsi hati.
"Kalau fungsi hatinya tinggi di atas 500, kita lanjutkan lagi apakah termasuk hepatitis A, B, atau C. Kalau A, B, C-nya negatif, maka kita langsung curiga dan dia termasuk probable, apalagi kalau usianya muda misalnya bayi sampai 16 tahun," ujar Plh Dirut RSHS Yana Akhmad Supriatna.
Dia menambahkan, kesiapsiagaan RSHS dalam menghadapi hepatitis akut misterius adalah dengan memisahkan pasien di ruangan khusus. Menurutnya, hal ini sama dengan penanganan Covid-19.
(dmi, hyg/kid)