Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan menyampaikan penolakan menjelang eksekusi perintah Pengadilan Negeri (PN) Kuningan, Jawa Barat, dengan Surat No W.11.U16/825/HK.02/4/2022, perihal pelaksanaan pencocokan atau constatering dan sita eksekusi tanah adat Mayasih.
Girang Pangaping Masyarakat Adat Karuhun Sunda Wiwitan, Tati Djuwita, mengatakan masyarakat AKUR menolak secara tegas dan tidak memberikan ruang dalam eksekusi lahan tanah adat Mayasih dalam surat bernomor 1/Pdt.Eks. /2022/ PN Kng Jo. Nomor 7/Pdt.G/2009/Pn.Kng.
Hal itu diungkapkan Tati lantaran pihaknya menilai hakim telah keliru memahami objectum litis atau objek perkara dalam sengketa ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena memahami objectum litis-nya sebagai sengketa waris. Padahal jelas bahwa objectum litis-nya bukanlah sengketa waris, melainkan sengketa atas Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang terjadi pada masyarakat hukum adat," kata Tati dikutip dalam siaran pers, Selasa (17/5).
Lebih jauh Tati mengatakan atas kekeliruan dalam pertimbangan hukum majelis hakim tersebut berdampak hilang dan terampasnya tanah milik adat sesuai yang diamanatkan leluhur yang seharusnya dijaga kelestariannya.
Tati menegaskan masyarakat AKUR Sunda Wiwitan bersikap tanah adat Mayasih merupakan lahan warisan leluhur yang harus dikelola secara komunal adat dan bukan warisan milik pribadi.
Hal Ini berdasarkan pada beberapa dokumen penting yang dikeluarkan oleh Sesepuh terdahulu seperti, Pangeran Madrais Sadewa Alibasa dan Pangeran Tedjabuwana dengan memberikan hak pengelolaan aset tersebut kepada tokoh-tokoh masyarakat.
AKUR Sunda Wiwitan menyatakan hal tersebut tercatat dalam surat pernyataan pada 1964 dan 1975 oleh Pangeran Tedjabuwana
Dalam pernyataan itu disebutkan Pangeran Tedjabuwana memberikan mandat pengelolaan aset-asetnya kepada tokoh-tokoh masyarakat. Lalu tokoh-tokoh itu mendirikan yayasan dan menyerahkan pengelolaan aset bersama tersebut kepada lembaga itu.
Dengan pengelolaan tinggalan Pangeran Madrais dan Pangeran Tedjabuwana oleh Yayasan maka pengelolaan aset tersebut bukan milik orang per orang atau pribadi melainkan sebagai aset komunal, dan ditindaklanjuti Yayasan Pendidikan Tri Mulya.
Selain itu Tati dalam keterangannya menyatakan untuk merawat dan menjaga tinggalan aset komunal itu, yayasan mengajukan perlindungan kepada negara terhadap kawasan Gedung Paseban Tri Panca Tunggal sebagai Cagar Budaya Nasional.
Sementara itu, pada 22 April 2022, Pengadilan Negeri Kuningan mengeluarkan surat perintah pelaksanaan constatering dan sita eksekusi, yang akan dilakukan pada 18 Mei 2022.
"Hal itu kami anggap sangat merugikan masyarakat adat karuhun Sunda Wiwitan, menimbang bahwa tanah adat Mayasih diduga telah dimanipulasi oleh pihak-pihak yang bekerja sama dengan pelaku yang membelokkan sejarah dan secara fakta ingin merampasi tanah-tanah adat, dan membunuh hak-hak komunal atau kebersamaan hidup masyarakat adat," klaim AKUR Sunda Wiwitan seperti yang dipaparkan Tati.
Hingga kini, CNNIndonesia.com belum mendapatkan keterangan dari Pemkab Kuningan terkait hak komunal masyarakat adat tersebut, maupun dari pihak bersengketa.