Mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra berharap Kemenlu RI aktif menghubungi pihak Singapura untuk meminta penjelasan terhadap kasus yang dihadapi Ustaz Abdul Somad (UAS).
"Kemenlu juga dapat melakukan hal yang sama dengan memanggil Dubes Singapura di Jakarta untuk memberi penjelasan mengapa sampai terjadi pencegahan terhadap UAS," ujar Yusril melalui keterangan tertulis, Selasa (17/5).
Yusril menjelaskan Pemerintah Singapura mempunyai kewajiban untuk menjelaskan alasannya mencegah UAS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Istilah yang lebih tepat terhadap perlakuan atas UAS adalah 'pencegahan' bukan deportasi, sebab UAS masih berada dalam area Imigrasi Singapura dan belum benar-benar masuk ke negara itu. Kalau UAS sudah melewati area Imigrasi dan diperintahkan meninggalkan negara itu, barulah namanya dideportasi," terang Yusril.
"Namun, apa pun juga jenis tindakan keimigrasian terhadap UAS harus dijelaskan agar tidak timbul spekulasi dan salah paham," imbuhnya.
Ia berujar dalam konteks ASEAN Community, penolakan terhadap UAS dapat menimbulkan tanda tanya besar terkait dengan hubungan baik antara etnik Melayu dan Islam di Asia Tenggara.
Menurut Yusril, UAS selama ini dikenal sebagai ulama garis lurus yang tidak aktif berurusan dengan kekuasaan dan hubungan antarnegara.
"Apalagi kehadiran UAS ke Singapura adalah kunjungan biasa, bukan untuk melakukan kegiatan ceramah, tablig dan sejenisnya yang bisa menimbulkan kekhawatiran Pemerintah Singapura," ucap dia.
Hal serupa juga disampaikan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Jazuli Juwaini.
Menurutnya, Dubes Singapura untuk Indonesia memberikan klarifikasi yang jelas karena UAS merupakan ulama yang dihormati dan memiliki banyak jemaah di Indonesia.
"Tentunya harus ada alasan jelas mengapa seseorang dilarang masuk atau dideportasi dari suatu negara. Apalagi UAS seorang ulama dan intelektual terhormat di Indonesia. Jangan sampai ada alasan yang tidak mendasar, like and dislike, dan praduga yang tidak jelas atau tidak ada buktinya," kata Jazuli dalam keterangannya yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (17/5).
Dia berkata, setiap warga negara Indonesia (WNI) yang telah mengurus dan memiliki dokumen yang dipersyaratkan untuk masuk negara lain harus diperlakukan dengan baik.
Jika ada penolakan, lanjutnya, maka atas nama transparansi dan akuntabilitas, otoritas negara tersebut harus menjelaskan alasannya.
"Sehingga ini berlaku bagi siapa saja warga negara kita, bukan hanya UAS," ujar Jazuli.
Sebelumnya, pendakwah kondang UAS mengaku ditahan dan dideportasi oleh Imigrasi Singapura dengan alasan yang tidak jelas. Peristiwa itu terjadi pada Senin (16/5).
Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura Suryopratomo menyangkal bahwa UAS dideportasi imigrasi Singapura.
Dalam penjelasannya, pihak imigrasi Singapura bukan mendeportasi, melainkan menolak kedatangan penceramah tersebut di negaranya.
"Saya sudah minta penjelasan dari ICA [Otoritas Imigrasi dan pemeriksaan Singapura]. Menurut mereka, ICA memang menetapkan not to land [tak boleh mendarat atau masuk] kepada UAS karena tidak memenuhi kriteria untuk eligible (memenuhi syarat) berkunjung ke Singapura," ungkap Suryopratomo kepada CNNIndonesia.com pada Selasa (17/5).
Ia bilang ICA enggan menjelaskan lebih detail kriteria yang mereka tetapkan. Imigrasi Singapura juga tak bersedia memberi keterangan perihal UAS masuk daftar hitam negara itu atau tidak.