Aktivis Protes SK MenLHK Ambil Alih Hak Kelola Perhutani di Hutan Jawa
Forum Penyelamatan Hutan Jawa (FPHJ) menolak aturan baru Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) Siti Nurbaya tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) yang berada pada kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Provinsi Jawa Barat.
Aturan itu tertuang dalam surat keputusan No. 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022. Dengan dikeluarkannya aturan itu, hutan negara seluas satu juta hektare yang dikelola Perhutani diambil alih untuk dikelola secara khusus.
Ketua FPHJ Eka Sentosa menuturkan pihaknya khawatir akan ada konflik agraria imbas pengambilalihan lahan tersebut. Oleh sebab itu pihaknya melayangkan petisi penolakan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan MenLHK Siti Nurbaya.
"Ini kan bahaya. Akan terjadi konflik sudah pasti. Kami sudah menyampaikan petisi kepada presiden, yang ditembuskan ke DPR RI melalui Komisi IV, ditembuskan kepada Menterinya sendiri, ditembuskan kepada Gubernur yang ada di Pulau Jawa pada 20 Mei lalu," kata Eka kepada CNNIndonesia.com, Jumat (27/5).
Pihaknya berpandangan KLHK tidak bisa serta merta mengambil alih hutan karena menganggap pengelolaan di bawah Perhutani kurang maksimal. Apa lagi, penerima hutan tersebut belum jelas.
KLHK, kata Eka, seharusnya bisa berkoordinasi terlebih dahulu dengan Perhutani untuk mencari jalan keluar. Sebab, selama ini Perhutani juga sudah melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan tersebut.
Ia khawatir akan ada pihak pihak yang mengambil keuntungan dari kondisi kekacauan atas keberadaan SK Menteri LHK tersebut. Alih-alih digunakan sebaik-baiknya, Eka khawatir lahan hutan tersebut malah diperjualbelikan atau dieksploitasi.
"Dari sisi kita objektif karena kekhawatiran terhadap hancurnya alam sekitar yang menimbulkan ketidakseimbangan. Kalau soal perhutani selesaikan dulu," kata dia.
Selain itu, Eka juga menilai pemerintah, dalam hal ini KLHK dapat memaparkan secara detail dan terbuka definisi 'khusus' dalam aturan baru tersebut.
"Kita juga rada dikaburkan dengan pengertian khusus. Nah kekhususan ini apa. Khusus orangnya, objeknya, atau programnya. Saya kira ini hal sumir yang harus dijelaskan oleh pemerintah," ujar dia.
Pihaknya juga lantas mempertanyakan terkait grand design KHDPK. Ia tak ingin aturan baru itu justru mengabaikan potensi kerusakan alam.
"Lalu tentu kami ada pertanyaan atau suatu pemikiran terkait fungsi hutan. Apakah KLHK punya grand design tentang penempatan fungsi hutan di Jawa yang semakin harus dijaga," ucapnya.
Terpisah, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Lingkungan (PTKL) KLHK Belinda tak ingin aturan tersebut diartikan sebagai pengambilalihan lahan. Ia menyebut aturan itu terkait pengaturan kembali hutan.
Hal itu, kata Belinda, sudah sesuai dengan amanat omnibus law UU Cipta Kerja.
"Lebih tepat pengaturan kembali hutan di Jawa sesuai mandat dari UUCK," kata Belinda kepada CNNIndonesia.com.
Sebagai informasi, KLHK menetapkan KHDPK pada Sebagian Hutan Negara yang Berada Pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten seluas 1.103.941 hektare.
(yla/kid)